Ditjen Pajak Bidik Orang Kaya untuk Tingkatkan Penerimaan Pada Tahun Depan

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan menggenjot penerimaan pada tahun depan dengan berbagai strategi, satu di antaranya penguatan ekstensifikasi perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor menyampaikan, pihaknya akan melakukan pengawasan atas wajib pajak orang kaya atau high wealth individual (HWI) beserta wajib pajak grup dan digital ekonomi.

Menurutnya, saat ini pihaknya telah memegang data wajib pajak yang terdaftar di Large Tax Office (LTO) atau KPP Wajib Pajak Besar.

“Ini kan untuk mencermati kemungkinan mereka punya aset yang belum terlaporkan. Hal ini akan jadi bahan analisis,” ujar Neil yang dikutip Kontan dalam media briefing di Batam, belum lama ini.

Ia menyebut, peningkatan prioritas pengawasan ini sebagai bentuk respons Ditjen Pajak yang sering menemukan keluhan dari sejumlah wajib pajak yang selama ini telah membayar pajak, namun nyatanya masih ada yang belum melakukan kewajibannya padahal dikategorikan sebagai kaum tajir.

“Ini adalah bagian dari respons Ditjen Pajak untuk memenuhi harapan dari para wajib pajak yang selama ini agar dilakukan secara adil. Jadi kami mendapatkan masukan dari wajib pajak yang selama ini sudah membayar sering kali kita lihat dia komen-komen dan sebagainya , oh pak jangan kita saja dong yang dipajakin,” ungkap Neil.

Di tengah pandemi Covid-19, penduduk kaya dan super kaya di Indonesia tercatat mengalami peningkatan. Melansir data dari lembaga keuangan Credit Suisse, jumlah penduduk dengan kekayaan bersih US$ 1 juta atau lebih di Indonesia tercatat sebanyak 171.740 orang pada tahun 2020.

Jumlah ini meningkat 61,69 persen yoy dari jumlah pada tahun 2019 yang sebanyak 106.215 orang. Juga meningkat dari jumlah pada tahun 2014 yang hanya 98.487.

Credit Suisse juga mencatat, jumlah orang Indonesia sangat kaya atau dengan kekayaan tercatat lebih dari US$ 100 juta pada tahun 2020 sebanyak 417 orang atau meningkat 22,29% yoy dari jumlah pada tahun 2019.

Sementara itu, Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak Bonarsius Sipayung mengatakan, klasifikasi kaum tajir yang masuk sebagai HWI, Ditjen Pajak melihat dari sisi penghasilannya, baik itu jumlah harta, kas, tabungan, investasi, properti dan harta tetap lainnya yang dimiliki.

“Dari sisi Ditjen Pajak, ukuran orang tajir dilihat dari jumlah penghasilannya, karena muara penghasilan adalah harta maka umumnya sandingan penghasilan adalah jumlah harta,” ujar Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Senin (5/12).

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono bilang, wajib pajak orang pribadi yang tergolong menjadi HWI dibagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah HWI yang terdaftar di KPP WP Besar Empat.

Adapun kriteria utamanya bisa dari harta, penghasilan burot, dan atau setoran pajaknya.

Ia menegaskan, kriteria ini bersifat nasional dan ditetapkan secara khusus oleh Ditjen Pajak. Sementara kelompok kedua adalah HWI yang terdaftar di KPP Madya berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Kanwil Ditjen Pajak yang membawahi KPP Madya tersebut.

“Pada awalnya, KPP Madya ini hanya untuk wajib pajak dalam negeri (WP DN) Badan yang tergolong besar di masing-masing wilayah. Akan tetapi, WP DN OP juga dapat dimasukkan ke dalam KPP Madya,” kata Prianto.

Untuk diketahui, melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), diatur layer baru tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi yakni wajib pajak dengan penghasilan bruto di atas Rp 5 miliar per tahun (kelompok tajir) dikenakan tarif pajak sebesar 35% sejak 1 Januari 2022.

Pasalnya, pada peraturan yang lama, hanya diatur wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp 500 juta dikenakan tarif pajak 30%. ( Dendi Siswanto/Kontan)

Sumber: tribunnews.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only