Moncernya setoran pajak korporasi berupa pajak penghasilan (PPh) badan tahun lalu, bisa jadi tidak berlanjut pada tahun ini. Penyebabnya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) diprediksi kembali berlanjut di tahun ini.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, kontribusi penerimaan PPh badan 2022 sebesar 19,9% dari realisasi total penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.716.8 triliun. Artinya, realisasi setoran PPh badan tahun lalu mencapai Rp 341.64 triliun, tumbuh 71,72% year on year (yoy). Bahkan, pertumbuhannya jauh lebih tinggi dibanding 2021 yang hanya 25,58% yoy.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi tersebut menggambarkan korporasi mulai bangkit dan bahkan menyumbangkan penerimaan pajak lebih besar. Hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi domestik.
“Ini menggambarkan dunia usaha sektor korporasi kita relatif sudah pulih semenjak terhantam Covid- 19” ujar Sri Mulyani dalam keterangan terkait Sidang Kabinet Paripurna, Senin (16/1).
Sayangnya, gelombang PHK terjadi mulai semester kedua tahun lalu. Beberapa perusahaan teknologi, terpaksa memangkas jumlah karwayannya. Begitu pula dengan sejumlah perusahaan di sektor manufaktur.
Kondisi itu berpotensi kembali berlanjut tahun ini menyusul perlambatan ekonomi hingga ancaman resesi global. Sektor-sektor yang berorientasi ekspor pasti terdampak, sehingga dapat memicu gelombang PHK lanjutan di tahun ini.
Pengamat Pajak Center for Indoensia Taxation Analysis (CITA) Fairy Akbar mengatakan, gelombang PHK akan berdampak negatif terhadap setoran PPh badan. Sebaliknya, PPh 21 bisa jadi meningkat karena pemotongan pajak atas pembayaran pesangon.
Namun, Fajry memperkira kan, penerimaan PPh badar tahun ini masih cukup kuat hanya, pertumbuhannya akan melambat dibandingkan tahun 2022.
Pajak nataru juga akan berdampak negatif terhadap setoran PPh badan.
Harga komoditas
Di sisi lain, Fajry melihat, dampak positif PHIK terhadap PPh 21, hanya terjadi beberapa bulan saja. Tapi secara ke
seluruhan dalam setahun, PHK akan berdampak negatif terhadap setoran PPh 21.
Sebagai gambaran, realisasi penerimaan PPh 21 tahun lalu tercatat tumbuh 16,34% yoy. Pertumbuhannya masih lebih tinggi dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 6,26% yoy.
la mengingatkan, bahwa pemerintah tetap harus mewaspadai dampak lanjutan dari PHK. Sebab, konsumsi masyarakat juga berpotensi tergerus. Ini juga akan memengaruhi penerimaan pajak, erutama pajak pertambahan nilai (PPN).
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto mengatakan, peningkatkan penerimaan PPh badan tidak hanya dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi, tetapi juga kenaikan harga komoditas.
Hanya saja, harga komoditas di tahun ini diperkirakan mengalami penurunan. Tren itu sudah terlihat dalam beberapa bulan terakhir, seperti harga minyak sawit, batubara dan minyak mentah.
“Hal ini akan menjadi faktor yang mengancam penerimaan PPh tahun ini,” ujar Wahyu ke KONTAN, Selasa (17/1).
Selain itu, penerimaan PPh badan 2023 akan dipengaruhi oleh sejumlah kebijakan pemerintah. Contohnya, kebijakan terkait natura. Pasalnya, natura yang sebelumya bukan objek pajak, kemudian berubah menjadi objek pajak PPh 21 akan diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bagi perusahaan.
“Ini membuat perpindahan pos penerimaan dari penerimaan PPh badan menjadi PPH orang pribadi,” katanya.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply