Jokowi Beri ‘Karpet Merah’ untuk Dolar Eksportir, Perlu?

Pemerintah hingga saat ini belum merilis rincian hasil revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang devisa hasil ekspor (DHE). Adapun, pemerintah menjanjikan insentif bagi eksportir yang akan menahan dolarnya lebih lama di dalam negeri.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan aturan insentif ini masih akan dibahas oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Namun demikian, Airlangga menuturkan insentif ini akan dibuat semenarik mungkin agar dolar ekspor nantinya tidak berpindah ke Singapura.

“Kementerian Keuangan yang akan menyiapkan tentunya insentifnya nanti insentif itu sedang kita bahas apakah itu terkait dengan bunga, pendapatan bunga baik itu rupiah ataupun dolar terhadap DHE yang ada di Indonesia dan kita perlu buat agar ini bersaing dengan Singapura sehingga tidak terbang lagi ke Singapura,” tegas Airlangga kepada media di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dikutip Senin (30/1/2023).

Selama ini banyak eksportir yang membawa kabur dolarnya ke luar negeri. Salah satu tujuan favoritnya adalah Singapura. Dengan kebijakan ini, dia berharap eksportir tidak lagi bergantung kepada perbankan di Singapura.

Keputusan menahan dolar selama tiga bulan, menurut Airlangga, diambil melihat situasi sekarang ini, di mana banyak negara dunia yang menghadapi stagflasi, inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah, bahkan negatif seperti AS. Di sisi lain, tingkat suku bunga acuan di negara maju masih terus meningkat.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengungkapkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sebenarnya sudah terlalu lunak terhadap eksportir. Oleh karena itu, dia menilai insentif tidak lagi diperlukan bagi eksportir yang membawa pulang dolarnya.

“Terutama terhadap eksportir pegusaha tambang yang hanya mengeruk kekayaan hasil bumi Indonesia. Mereka sudah terlalu enak. Tanpa perlu banyak kerja keras mendapatkan semua DHE. Seharusnya pemerintah tidak perlu sibuk memikirkan insentif apa untuk mereka,” tegasnya, Senin (30/1/2023).

Dia pun menilai kebijakan menahan dolar eksportir dalam waktu 3-6 bulan tidak akan efektif. Pada akhirnya, dolar juga akan berpindah ke luar negeri. Menurutnya, revisi aturan ini seharusnya diikuti oleh kewajiban menukarkan dolarnya ke dalam rupiah. Misalnya, dia mencontohkan, 25 persen dari hasil ekspor wajib dikonversi ke rupiah.

“Dengan kewajiban ini tidak perlu berbagai insentif. Dan akan efektif langsung menambah cadangan devisa. Yang artinya langsung efektif bisa digunakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah,” ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan insentif akan diberikan kepada eksportir yang menempatkan devisanya di dalam negeri. Namun, dirinya tidak memastikan apakah bentuknya disalurkan dalam insentif pajak.

“Mengenai skema untuk insentifnya selama ini sudah kita berikan kalau dia tetap di Indonesia lebih dari 6 bulan atau sampai 12 bulan itu tadi dari pajak untuk stay disini dan returnnya dari BI juga akan melakukan secara kompetitif, sehinga mereka tidak merasa kehilangan opportunity dari dana devisa yang dia miliki juga kita menghormati itu,” terang Sri Mulyani.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only