Indeks Penjualan Riil (IPR) kuartal I-2023 hanya tumbuh 1,6% year on year (yoy)
JAKARTA. Melandainya inflasi dan pencabutan pembatasan mobilitas masyarakat tidak menjamin pertumbuhan konsumsi masyarakat tahun ini melaju lebih kencang. Sebab, ada indikasi daya beli masyarakat justru malah tertahan.
Salah satu indikasinya adalah tren penjualan eceran yang tumbuh melambat. Bedasarkan hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia (BI) Indeks Penjualan Riil (IPR) kuratal I-2023 diperkirakan hanya tumbuh 1,6% year on year (yoy).
Angka itu melambat dibanding pertumbuhan IPR pada kuartal sebelumnya yang sebesar 1,9% yoy. Bahkan, pertumbuhan pada kuartal I-2023, jauh melambat dibanding kuartal I-2022 yang saat itu tumbuh hingga 12,5% yoy.
Penjualan sejumlah kelompok yang mengalami kontraksi cukup dalam menjadi penyebabnya. Terutama, kelompok bahan bakar kendaraan bermotor yang turun hingga 11,3% yoy. Padahal, di kuartal sebelumnya hanya terkontraksi 5,2% yoy. Bahkan, di kuartal I-2022, kelompok ini tumbuh signifikan mencapai 53,1% yoy.
Sementara kelompok suku cadang dan aksesoris terkontraksi 6,7%. Padahal, di periode yang sama tahun lalu tumbuh 1,9% yoy. “Penurunan IPR terjadi hampir di semua komponen barang, kecuali makanan dan minuman. Itupun melambat dari tumbuh 20% (Kuartal I-2022) sekarang hanya tumbuh 4%,” kata Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal, kemarin.
Faisal melihat, perlambatan IPR menjadi indikasi kuat bahwa konsumsi rumah tangga tumbuh melambat karena daya beli yang belum membaik. Ia juga melihat, mobilitas masyarakat jauh belum sepenuhnya pulih. Sebab, kenaikan angkutan udara dan kereta api juga belum kembali ke kondisi pra pandemi.
Kondisi itu ditengarai lantaran tahun ini pemerintah menghapus aneka insentif selama pandemi sejak 2020 hingga 2022 melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Sebab itu, penjualan properti pada kuartal keempat tahun lalu mengalami kontraksi pasca insentif diskon pajak pertambahan nilai (PPN) properti dicabut.
Ditambah lagi, harga komoditas mulai terkoreksi. Hal ini turut mempengaruhi penurunan daya beli masyarakat.
Penurunan harga komoditas turut mempengaruhi daya beli masyarakat.
“Kami perkirakan konsumsi rumah tangga tahun ini tumbuh di bawah 5%,” ujar Faisal.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengakui penurunan harga komoditas pada kuartal I-2023 mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama Luar Jawa. Ditambah tak ada lagi insentif yang dinikmati masyarakat tahun ini.
Alhasil, “Tinggal faktor buying intention dan cunsumer confidence yang bisa menggerakkan konsumsi,” kata David, kemarin.
Masalahnya, dari data BI pula, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2023 hanya tumbuh 0,9 poin ke level 123,3 dari bulan sebelumnya. Padahal, Maret sudah masuk Ramadan. Dari survei BI pula, optimisme masyarakat terhadap ekspektasi penghasilan enam bulan ke depan, turun.
Masih optimistis
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja optimistis, tingkat kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan tahun ini bakal meningkat 100%. Hanya, puncak kunjungan baru terjadi pada satu hingga dua minggu terakhir menjelang Idul Fitri.
Ia juga menilai, pengurangan insentif pemerintah harus disertai penciptaan iklim usaha yang kondusif. Ia berharap, pemerintah tak mengeluarkan kebijakan yang berpotensi menghambat pertumbuhan usaha, terutama menjelang tahun politik di 2024.
Sumber : Harian Kontan Jumat 14 April 2023 hal 2
Leave a Reply