Efektif Negatif Insentif Pajak Hiburan

Polemik pajak hiburan masih terus bergulir. Di tengah banyak penolakan dari pengusaha hiburan, pemerintah menjanjikan insentif untuk meredakan polemik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan memberikan insentif berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10% dari pajak penghasilan (PPh) Badan kepada sektor pariwisata. Nah, dengan pemberian insentif tersebut, maka nantinya wajib pajak di sektor usaha hiburan hanya membayar tarif PPh Badan 12%.

Namun janji pemberian insentif itu tentu saja meberikan dampak lain. Terutama belanja perpajakan yang membengkak serta bisa menurunkan penerimaan pajak dan rasio pajak atau tax ratio.

Sebagai informasi, pemerintah memproyeksikan belanja perpajakan tahun ini mencapai Rp 374,5 triliun. Angka itu tumbuh 6,1% atau meningkat dari outlook tahun 2023 yang sebesar Rp 352,8 triliun.

Sebagai informasi, pemerintah memproyeksikan belanja perpajakan tahun ini mencapai Rp 374,5 triliun. Angka itu 9 tumbuh 6,1% atau meningkat dari outlook tahun 2023 yang sebesar Rp 352,8 triliun.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai pemberian insentif ini akan menurunkan penerimaan pajak dari sektor pariwisata. Imbasnya, cita-cita pemerintah yang ingin mendongkrak angka rasio pajak di titik optimal akan sulit tercapai

“Ini ironis menurut saya. Belum lama kita berdiskusi bagaimana menaikkan tax ratio, para capres (calon presiden) adu gagasan bagaimana menaikkan tax ratio. Tapi di sisi lain pemerintah malah berencana memberikan insentif fiskal PPh DTP 10% bagi industri pariwisata,” kata Fajry kepada KONTAN, Selasa (23/1).

Di saat yang sama, kontribusi penerimaan pajak dari sektor pariwisata memang tidak besar dibandingkan dengan sektor lain seperti perdagangan maupun manufaktur. Alhasil, pemberian insentif tersebut akan membuat iri pelaku bisnis di sektor lain sehingga bisa saja ikut meminta insentif serupa. Terlebih lagi saat ini memasuki tahun politik. “Di tahun politik, bisa-bisa saja terjadi,” ungkap dia.

Fajry menambahkan, apabila melihat penerimaan pajak secara sektoral, alasan dari rendahnya tax ratio adalah pemberian insentif atau perlakuan khusus bagi sektor tertentu seperti sektor pertanian atau konstruksi.

“Jadi pemberian insentif PPh Badan DTP 10% bagi industri pariwisata tak diperlukan,” tegas dia.

Menurut Fajry, rencana pemberian insentif PPh Badan DTP 10% bagi industri pariwisata hanya aji mumpung dari kenaikan tarif pajak hiburan. Asal tahu saja, pemerintah telah menetapkan batas pajak niburan atau pajak barang dan asa tertentu (PJBT) sebesar 10%-75% dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan pemberian insentif membuat adanya potential loss dari penerimaan pajak.

“Karena tidak menjawab permasalahan, yang tetap harus diperjuangkan adalah merevisi UU HKPD secepatnya,” kata Bhima

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only