Kinerja penerimaan pajak di awal tahun melorot setelah melampaui target dalam beberapa tahun terakhir. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak pada Januari 2024 sebesar Rp 149,25 triliun. Angka ini setara 7,50% target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 1.989 triliun.
Sayangnya, realisasi penerimaan pajak tersebut terkontraksi 8% year-on-year (yoy). Padahal di Januari 2023, realisasi penerimaan pajak masih mampu tumbuh 6,4% yoy.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, penerimaan pajak masih cukup positif. “Meskipun kita tahu bahwa tahun 2021 dan 2022 pertumbuhan penerimaan pajak kita sangat tinggi, jadi kita bicara tentang baseline yang tinggi,” ujar dia, Kamis (22/2).
Sebab, secara bruto penerimaan pajak di awal tahun ini masih lebih tinggi ketimbang Januari 2021 dan 2022.
Sri Mulyani memerinci, realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas tercatat Rp 83,69 triliun atau 7,87% dari target. Ini menjadi penyumbang terbesar penerimaan pajak Januari 2024.
Disusul, realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) per 31 Januari 2024 yang tercatat sebesar Rp 57,76 triliun atau 7,12% dari target.
Kemudian, realisasi pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat senilai Rp 0,81 triliun atau 2,14% dari target. Sementara PPh migas sebesar Rp 8,03 triliun atau 9,15% target.
Secara lebih terperinci lagi, PPN dalam negeri masih menjadi tulang punggung penerimaan pajak. Realisasinya mencapai Rp 35,6 truliun, atau berkontribusi 23,9% terhadap total penerimaan pajak Januari 2024.
Jenis pajak dengan kontribusi terbesar kedua adalah PPh Pasal 21. Dengan sumbangsih 18,9% dari penerimaan pajak, jenis pajak ini berhasil terkumpul Rp 28,3 triliun. Sri Mulyani bilang, penerimaan PPh 21 sejalan dengan perbaikan utilisasi dan upah tenaga kerja.
Selanjutnya, PPN impor yang memberikan kontribusi 13,1% dari total penerimaan pajak periode laporan. PPN impor terkumpul Rp 19,6 triliun pada Januari 2024.
Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fairy Akbar melihat, kontraksi penerimaan pajak di awal tahun tak hanya perkara tingginya basis di Januari 2023, melainkan juga indikasi perlambatan konsumsi masyarakat.
Sebab, penurunan penerimaan pajak terutama disebabkan oleh setoran PPN dan PPnBM dari Rp 74,64 triliun di Januari 2023 menjadi Rp 57,76 triliun di Januari 2024. Namun, “Kami harap perlambatan ini terjadi sementara yakni akibat basis Januari 2023 yang terlalu tinggi,” ungkap Fajry kepada KONTAN, kemarin.
Sumber : Harian Kontan, Jum’at 23 Februari 2024, Hal 2
Leave a Reply