Ditjen Pajak Lebih Banyak Kecele di Pengadilan Pajak

Tingkat kemenangan Ditjen Pajak dalam sengketa pajak di pengadilan terbilang rendah

Otoritas Pajak keteteran menghadapi sengketa pajak di pengadilan. Lihat saja, tingkat kemenangan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam sengketa atau banding di Pengadilan Pajak pada 2023 menyusut.

“Penyebab mengapa kemenangan DJP pada tahun 2023 sebesar 41% sangat dipengaruhi oleh jumlah dan substansi kasus sengketa yang diajukan banding ke Pengadilan Pajak,” ucap Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, kemarin.

Berdasarkan Laporan Kinerja Ditjen Pajak 2023, dari total 14.001 putusan bandimg dan gugatan terkait pajak di sepanjang 2023, tingkat kemenangan wajib pajak di Pengadilan Pajak mencapai 58,86%, sedangkan tingkat kemenangan Ditjen Pajak hanya sebesar 41,14%. Pada 2020, 2021 dan 2022 terdapat kenaikan realisasi dengan angka masing-masing 43,10%, 43,25% dan 44,80%. Akan tetapi di 2023 menurun menjadi 41,14%.

Masih dari laporan kinerja tersebut, sebanyak 6.479 pu- tusan banding dan gugatan di Pengadilan Pajak tercatat mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan wajib pajak. Kemudian 2.649 putusan mengabulkan sebagian permohonan wajib pajak, dan 3.089 putusan tercatat menolak seluruh permohonan yang diajukan wajib pajak. Dalam laporan itu, Ditjen Pajak mengakui kualitas koreksi pemeriksaan yang kurang maksimal menjadi salah satu penyebabnya. Jadi, perlu perbaikan kualitas koreksi pemeriksaan untuk menjaga posisi Ditjen Pajak di pengadilan pajak

Di sisi lain, Ditjen Pajak berpandangan majelis hakim di Pengadilan Pajak cenderung mengedepankan kebenaran materiil dan mengabaikan peraturan formil.

Sebenarnya, Ditjen Pajak berupaya memperbaiki tingkat kemenangan. Misalnya memberikan masukan kepada direktorat terkait untuk menyempurnakan regulasi yang tak harmonis dan multitafsir.

Kemudian monitoring dan evaluasi ke unit vertikal (kantor wilayah), terutama kantor wilayah yang merupakan sengketa, meningkatkan kapasitas kemampuan beracara pada petugas sidang, hingga membuat buku Kapita Selekta Sengketa Pajak yang merupakan bagian dari upaya mitigasi adanya sengketa pajak serupa di masa mendatang.

Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia Ra- den Agus Suparman mengakui selama ini Ditjen Pajak lebih banyak kalah di Pengadilan Pajak. Penyebabnya adalah kualitas koreksi pemeriksaan yang kurang maksimal. Pemeriksa pajak masih banyak yang tidak memperhatikan standar pemeriksaan yang diatur pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/ PMK.03/2013 dan perubahannya. “Sehingga saat diajukan banding ke Pengadilan Pajak, banyak yang kalah formal (salah penerapan aturan), atau kalah materi karena hakim menganggap tidak cukup bukti untuk dilakukan koreksi fiskal,” kata Raden. Ihwal tidak cukup bukti,umumnya terjadi lantaran pengujian oleh pemeriksa pajak tidak sesuai dengan teknik pemeriksaan yang diatur dalam Standar Pemeriksaan sesuai Peraturan Dirjen Pajak No PER-23/PJ/2013.

Hanya saja, mantan pegawai Ditjen Pajak ini bilang, penerimaan dari kasus-kasus yang naik ke pengadilan pajak sebenarnya kecil dan tidak signifikan. Apalagi, tax audit rationya hanya 1% dan sulit meningkat.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar juga menilai putusan Pengadilan Pajak banyak memenangkan wajib pajak. Menurut dia, dari studi yang ada ditemukan bahwa pemeriksaan yang berkualitas menjadi kunci hasil putusan pengadilan. Adapun kualitas pemeriksaan ditentukan oleh faktor kompetensi pemeriksa pajak.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only