Pemerintah kembali berencana menaikkan pajak, seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Hal ini karena masyarakat telah memilih rezim baru yang mengusung narasi keberlanjutan sehingga kebijakan kenaikan pajak otomatis akan didukung.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% dapat dipastikan akan berlaku apabila tidak ada penolakan dari pihak terkait karena rencana itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. UU tersebut mengatur kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% mulai 2022, kemudian menjadi 12% pada tahun 2025.
Kenaikan PPN akan menyasar semua masyarakat baik kelas menengah dan kelas bawah (miskin) karena pajak jenis ini adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Sederhananya, pihak yang memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para pedagang atau penjual, Namun pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah konsumen akhir atau yang melakukan transaksi jual-beli barang dan jasa, yang dalam bahasa Inggris disebut value-added tax atau goods and services tax.
Penetapan tarif PPN sebesar 12% masuk dalam kategori tinggi untuk negara berkembang seperti Indonesia. Rata-rata PPN di berbagai negara hanya di kisaran 10%. Misalnya dibandingkan negara Asia Tenggara lain, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand hanya menerapkan 7%. Lalu, Myanmar 5%, sedangkan Brunei Darussalam tidak ada PPN.
Selain Brunei, ada pula sejumlah negera yang tidak menetapkan PPN untuk barang dan jasa yang beredar di negaranya. Negara yang tidak menetapkan PPN antara lain Qatar, Amerika Serikat, Hongkong, British Virgin Island, Iraq, Kuwait, Aruba, Bermuda, Macau, Cayman Island, Gibraltar, Greenland, Guernsey, Suria dan Libya.
Tujuan tidak menetapkan PPN disebabkan negara itu menggunakan sistem pajak alternatif yang mereka anggap lebih sesuai kebutuhan ekonomi dan sosial mereka. Misalnya, negara tersebut mungkin lebih mengandalkan pajak penghasilan, pajak konsumsi langsung, atau sumber pendapatan lainnya untuk mendanai pengeluaran pemerintah.
Daya beli menurun
Selain itu, kondisi ekonomi dan sosial bagi negara dengan pendapatan rendah atau ekonomi yang masih berkembang mungkin memilih untuk tidak menerapkan PPN karena mereka ingin mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi dengan tidak menambahkan beban pajak tambahan kepada konsumen.
Kenaikan PPN 11% pada 2022 telah memberikan beban berat bagi perekonomian khususnya kelas menengah ke bawah, bahkan dalam praktiknya di lapangan, kenaikan PPN 11% berdampak 10%-30% terhadap kenaikan barang dan jasa.
Apabila diberlakukan lagi kenaikan PPN 12% pada 2025, maka akan kembali berdampak pada kenaikan harga yang membebani masyarakat, terutama aspek daya beli masyarakat. Apabila pemerintah salah momentum dalam penerapan PPN 12%, maka bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong shortfall penerimaan pajak di tahun depan.
Di sisi lain, implementasi kenaikan PPN kurang tepat karena perekonomian nasional masih dalam proses pemulihan dari dampak Covid-19 dan realitas kondisi ekonomi global saat ini penuh ketidakpastian akibat gejolak geopolitik.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak pada tahun 2023 mencapai Rp 1.869,2 triliun atau 108,8% terhadap target APBN atau 102,8% terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2023. Adapun kinerja penerimaan pajak didukung oleh tiga kelompok pajak yakni Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas yang mencapai Rp 993 triliun. Lalu, PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp 764,3 triliun. Kemudian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya yang mencapai Rp 43,1 triliun.
Di sisi lain, penerimaan PPh migas mencapai Rp 68,8 triliun sengat jauh dari kinerja PPh non migas dan PPN-PPnBM. Padahal pemerintah sudah serius menggalakkan program hilirisasi dengan dukungan kebijakan dan infrastruktur terkait di sektor migas dengan harapan dapat meningkatkan pemasukan bagi negara dan menciptakan lapangan kerja.
Rencana kenaikan PPN 12% sebaiknya perlu dipertimbangkan, dengan melihat momentum yang tepat. Pemerintah terlebih dahulu harus menciptakan dan menghadirkan ekosistem ekonomi yang positif dan kondusif sehingga efek kenaikan pajak tidak berdampak negatif atau tidak direspons negatif oleh masyarakat dan pasar.
Sumber pendapatan lain
Untuk upaya meningkatkan pendapatan, pemerintah bisa menempuh cara lain. Pertama, melakukan diversifikasi sumber pendapatan negara sehingga dapat mengurangi ketergantungan pemerintah dari sumber pendapatan pajak seperti dari sektor sumber daya alam, tentunya memastikan pengelolaan yang efisien dan berkelanjutan atas sumber daya alam negara seperti pertambangan, hutan dan perikanan.
Kedua, pengembangan sektor pariwisata dapat menjadi sumber pemasukan devisa negara baik wisatawan domestik maupun internasional. Pendapatan dari pariwisata dapat diperoleh dari ekosistem industri pariwisata.
Ketiga, meningkatkan investasi dalam pembangunan infrastruktur yang dikelola secara komersial, seperti jalan tol, bandara, pelabuhan dan stasiun kereta api. Pendapatan dari investasi ini dapat diperoleh dalam bentuk pembayaran konsesi, sewa atau dividen dari operasi infrastruktur itu. Sebagaimana pemerintah selama sembilan tahun telah membangun banyak infrastruktur, sudah waktunya dioptimalkan pendapatanya.
Keempat, optimalisasi kinerja kelembagaan BUMN dengan melakukan aksi-aksi komersial seperti privatilisasi atau penjualan aset pemerintah yang tidak strategis atau tidak efisien.
Memanfaatkan aset publik pemerintah yang tidak terpakai untuk menghasilkan pendapatan tambahan, mengelola portofolio investasi pemerintah dengan bijaksana, memanfaatkan pendapatan dari dana pensiun dan asuransi sosial untuk investasi jangka panjang, mengembangkan lebih banyak kemitraan publik privat untuk menyediakan layanan publik.
Dengan langkah-langkah itu, pemerintah dapat mendorong peningkatan pendapatan non pajak dan menciptakan sumber pendapatan yang lebih beragam dan berkelanjutan melalui kerjasama dan sinergi semua stakeholders terkait.
Harapannya, pemerintah dapat mengurangi opsi kenaikan pajak dan mengurangi subsidi sebagai sumber utama penerimaan negara di kala terjadi perlambatan penerimaan negara atau kebutuhan pembiayaan negara hingga kehadiran negara dapat betul dirasakan keberpihakannya di tengah kegelisahan atas kondisi ekonomi yang sedang tidak pasti.
Sumber : Harian Kontan Senin 18 Maret 2023 hal 15
Leave a Reply