Sesuai aturan, tarif PPN sebesar 12% berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025
Penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% kembali memantik pro dan kontra. Di satu sisi, kebijakan tersebut bisa menjadi salah satu cara mudah mengerek penerimaan negara. Namun di sisi lain, konsekuensinya adalah perlambatan ekonomi.
Tarif PPN 12% merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pasal 7 Ayat 1 UU tersebut mengatur bahwa tarif PPN sebesar 12% berlaku paling lambat 1 Januari 2025 mendatang, setelah kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022.
Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus menambahkan, kenaikan tarif PPN bisa menurunkan daya saing Indonesia. Ini terlihat dari ekspor yang akan menurun secara agregat 1,41%.
“Ketika PPN dinaikkan dari 11% ke 12%, maka dampaknya kita akan lihat terjadi penurunan daya saing,” ungkap Firdaus, Rabu (20/3).
Kemudian, konsumsi rumah tangga juga akan menurun 0,26% sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang akan terkoreksi 0,17%. “Jadi kalau ekonomi kita secara business as usual tumbuh 5%, gara gara kenaikan tarif PPN menjadi 12%, maka pertumbuhan ekonomi berkurang 0,17%, tambah dia.
Bukan hanya itu, impor juga akan meningkat 0,85% karena masyarakat akan memilih kombinasi barang dan jasa yang lebih terjangkau bagi daya beli mereka.
Sementara upah riil juga diperkirakan akan turun 0,96% di tengah potensi kenaikan inflasi sebesar 0,97%, akibat kebijakan tersebut.
Heri juga menghitung bahwa biaya investasi akan meningkat 1,2% akibat kenaikan tarif PPN. Mahalnya biaya investasi menjadi pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
“Daya saing akan menurun, biaya untuk investasi naik, investor enggak ada yang mau Jika biaya investasinya tinggi, tambah dia.
Ekonom Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan membeberkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam kurun waktu 2022 hingga 2023 seiring dengan kenaikan PPN 11% pada 2022. Tahun 2022, ekonomi RI tumbuh 5,32%, tetapi melambat menjadi 5,05% pada 2023.
Sebab, konsumsi rumah tangga juga tumbuh melambat dari 4,93% pada tahun 2022 menjadi 4,82% pada 2023. Penurunan konsumsi rumah tangga ini khususnya terjadi pada komponen non makanan seperti kelompok transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel.
Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar, Misbakhun meminta pemerintah mengantisipasi dampak negatif apabila memberlakukan tarif PPN sebesar 12% pada 2025. la tak ingin kebijakan tersebut menggerus daya beli masyarakat.
“Mereka pasti akan mengalami kerentanan terhadap kenaikan PPN walaupun masyarakat perlu tahu bahwa PPN ini mengecualikan terhadap kebutuhan barang pokok, jasa pendidikan dan jasa kesehatan,” jelas Misbakhun, Selasa (19/3).


Sumber : Harian Kontan, Kamis 21 Maret 2024, Hal.2
Leave a Reply