Soal PPN Naik Jadi 12%, Sri Mulyani Serahkan ke Presiden Baru

Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di 2025. Kebijakannya disebut tergantung presiden baru meski sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“PPN 12% ini juga termasuk masalah fatsun politiknya saja. UU HPP yang kita semua membahas, kita sudah setuju, namun kita juga menghormati pemerintahan baru yang nanti termasuk dalam pelaksanaan pembahasan mengenai target-target penerimaan negaranya,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (19/3/2024).

Menurut Sri Mulyani, pemerintah baru berhak mengubah kebijakan yang sudah disepakati sebelumnya. Hal itu menyesuaikan arah dan kebijakan yang dijanjikan ketika kampanye.

“Jadi kalau target PPN-nya tetap 11%, pasti nanti disesuaikan. Kalau target penerimaan negaranya di-adjust dengan UU HPP, ya nanti akan dibahas juga,” ujarnya.

Dalam masa transisi ini, Sri Mulyani mencoba untuk melakukan fatsun politik dan komunikasi politik. Di sisi lain memastikan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap terjaga.

“Jadi ini semuanya kami mencoba menjaga dari sisi siklus politik, siklus anggaran dan ketaatan kepada undang-undang. Pada saat yang sama juga etika berpolitik karena siklus politik itu ya etika berkomunikasi dengan semua pihak,” tutur Sri Mulyani.

“Kami akan coba untuk jaga, yang paling penting dalam situasi ini kan sentimen, persepsi terhadap APBN harus tetap dijaga. Jadi APBN tetap bisa diandalkan, tetap sehat karena itu nanti pemerintahan siapapun membutuhkan APBN yang dikelola dengan baik,” tambahnya.

Sebelumnya, Komisi XI DPR RI mengusulkan rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025 ditunda. Hal ini melihat kondisi perekonomian yang masih diliputi berbagai ketidakpastian sehingga dikhawatirkan akan membuat ekonomi dan daya beli masyarakat melemah.

Usulan itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Eddy Susetyo. Dia menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12% di 2025 sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

“Kami ingin supaya dikaji lagi rencana kenaikan PPN 12% di 2025. Kita memang membahas UU ini, tapi waktu itu kan 12% itu karena kita tidak ingin kenaikan sekaligus, tapi bertahap. Tetapi tentunya kondisi perekonomian downside risk, Fed juga belum menurunkan tingkat bunga, ini mungkin perlu dikaji kembali,” kata Andreas dalam kesempatan yang sama.

“Timing-nya pun kalau mau naik kenapa nggak tunggu misalkan The Fed sudah menurunkan tingkat bunga,” tambahnya.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menolak kebijakan kenaikan PPN sejak awal karena tekanan yang ditimbulkan ke masyarakat sangat besar. Apalagi di tengah kenaikan harga-harga pangan.

Sumber : detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only