Ekonom Center of Macroeconomics & Finance Indef Abdul Manap Pulungan menilai, komponen non makanan akan menjadi komponen konsumsi yang terdampak akibat kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yakni kelompok transportasi, komunikasi, restoran dan hotel.
“Ini khawatirnya ketika PPN itu naik, orang-orang cenderung menahan plesiran, yang pada akhirnya menyebabkan sektor-sektor konsumsi yang bukan kebutuhan pokok itu menurun,” kata Abdul seperti dikutip dari Antara, Rabu (20//3/2024).
Ia menuturkan, kenaikan PPN juga memiliki potensi berdampak terhadap inflasi. Meski ada berbagai komoditas yang tak dikenakan PPN yakni beras, jagung, sagu dan komoditas lainnya, Abdul menilai, tidak ada jaminan harga komoditas itu akan terkendali di pasaran.
“Penjual itu akan reaktif ketika terjadi kenaikan PPN. Mereka tidak peduli, apakah komoditas yang dinyatakan tidak naik itu justru mereka naik, apalagi di pasar tradisional yang tidak terpantau,” ujar dia.
Kekhawatiran itu ditambah dengan kondisi ekonomi global 2024 yang masih dibayangi ketidakpastian.
Abdul Manap juga menuturkan, rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025 berpeluang hambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Memang ketika diambil kenaikan tarif itu (PPN 12 persen) nanti dampaknya akan terasa terhadap perekonomian, jadi jangan sampai kenaikan PPN ini akan menekan pertumbuhan ekonomi,” kata dia.
Abdul mengatakan, 2023 saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 5,03 persen dibandingkan 2022 yang tercatat 5,31 persen.
Abdul menuturkan, kenaikan PPN akan berdampak pada kecenderungan masyarakat untuk berhemat mengingat harga barang dan jasa yang naik. Hal itu dikhawatirkan semakin menekan indikator konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penyumbang produk domestik bruto (PDB) utama. Tingkat konsumsi rumah tangga telah melambat menjadi 4,82 persen pada 2023 dibandingkan 2022 yang tercatat 4,9 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya telah memastikan PPN bakal naik menjadi 12 persen pada 2025. Airlangga menuturkan, aturan untuk kenaikan PPN akan dibahas lebih lanjut dan dilaksanakan oleh pemerintahan selanjutnya. Kenaikan PPN 12 persen merupakan salah satu rencana penyesuaian pajak pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam UU HPP disebutkan berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan kembali dinaikkan 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Dalam pasal 7 ayat 3, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan yang paling tinggi 15 persen. Namun, kata Airlangga, penyesuaian peraturan itu tergantung dari kebijakan pemerintah selanjutnya.
Sumber : liputan6.com
Leave a Reply