Setoran Pajak Bakal Digenjot Habis-Habisan

Target tax ratio tahun 2025 dipatok 12% dari PDB, tertinggi dalam 15 tahun terakhir

Siap-siap aparat pajak bakal lebih getol membidik pajak Anda. Tahun depan, setoran pajak kalangan masyarakat biasa hungga orang kaya bakal digenjot lebih kencang demi mengejar rasio penerimaan perpajakan alias tax ratio sebesar 11,2% hingga 12% terhadap produk domestik bruto (PBD).

Agenda tersebut tercantum dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 yang sedang dibahas oleh pemerintah. Rancangan ini akan menjadi basis penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.

Target itu terbilang tinggi lantaran lima tahun terakhir tax ratio Indonesia belum pernah menyentuh level 11%. Realisasi trax ratio tahun 2023 hanya 10,32%, sementara target rasio pajak 2024 sebesar 10,12%.

Tahun 2025, penerimaan perpajakan akan digenjot dan diarahkan pada upaya perbaikan administrasi dan pemungutan pajak lebih efektif sebagai amanat UU No 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Misalnya, pembenahan kelembagaan perpajakan, termaduk rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN), untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan. Pemerintah juga akan memperkuat eksten (WHI), serta memacu upaya lain untuk mencapai target tax ratio 12% itu.

Namun demikian, Pengamat Pajak Center Of Indobesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengingatkan, target menaikkan tax ratio tahun depan akan menghadapi tantangan dari dua sisi. Pertama, tren deindustrialisasi di Tanah Air akan menghambat target penerimaan pajak. Padahal selama ini sektor industri manufaktur menjadi tulang punggung penerimaan pajak.

Kedua, dari sisi politik. “Apakah pemerintahan baru mampu mendapat kredibilitas masyarakat, khususnya para pelaku usaha?” kata Fajry, kemarin.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengingatkan agar pemerintah hati-hati mematok tax ratio. Sebab, rasio pajak yang lebih tinggi memerlukan instrumen yang lebih tepat sasaran. Misalnya, “Pajak karbon mulai diberlakukan. Ada pajak baru seperti wealth tax atau pajak kekayaan dan windfall profit tax untuk pendapatan komoditas yang naik tajam,” kata Bhima.

Tanpa instrumen yang tepat, kata dia, akan mengganggu konsumsi dan sektor usaha domestik. Misalnya, pada penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12%.

Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga melihat, naikanya tax ratio 2025 akan menekan kelompok kelas menengah yang selama ini tidak terkaver subsidi pemerintah.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only