PPN Direncanakan Naik Jadi 12 Persen, Ini Alasan hingga Dampaknya

Belakangan ini sedang ramai dibicarakan wacana naiknya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Terkait urusan ini, masyarakat Indonesia perlu tahu alasan hingga dampaknya.

Sebelum menelaah lebih dalam, pengertian PPN mesti diketahui dahulu. Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan, PPN adalah pemungutan atas pajak konsumsi yang dibayar sendiri sehubungan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).

Saat ini, tarif PPN di Indonesia adalah sebelas persen yang berlaku sejak 1 April 2022 lalu. Informasi ini tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan pada 29 Oktober 2021 lalu oleh Presiden Joko Widodo.

Sebagai informasi, dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pasal 7 ayat (3), pemerintah berwenang mengubah tarif PPN paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.

Alasan Naiknya PPN Menjadi 12 Persen

Dikutip dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), rencana kenaikan tarif PPN ini adalah bagian dari upaya reformasi perpajakan dan menaikkan penerimaan perpajakan.

Kendati demikian, dikutip dari detikFinance, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan strategi pemerintah ke depan bukanlah mengerek PPN, tetapi penghasilan pajak.

“Pertama, strategi ke depan adalah bukan kerek PPN, tapi kerek penghasilan pajak,” terangnya saat ditemui di Kolese Kanisius, Sabtu (11/5/2024).

Dengan diterapkannya sistem pajak yang canggih, pendapatan dari pajak diharapkan dapat lebih optimal. Untuk mengoptimalkan sistem pajak ini, pemerintah sedang menggarap Core Tax Administration System (CTAS).

“Diharapkan dengan implementasi dari sistem yang lebih baik, tentu kalau di Ditjen Pajak ada implementasi dari core tax kita harapkan itu bisa maksimal,” lanjut sang Menko Perekonomian Kabinet Indonesia Maju.

Untuk diketahui, CTAS adalah teknologi informasi yang akan mendukung pelaksanaan tugas Ditjen Pajak Kemenkeu dalam automasi proses bisnis, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, hingga penagihan sebagaimana penjelasan dalam situs UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

PPN 12 Persen Berlaku Kapan?

Berdasarkan penjelasan dalam UU HPP Nomor 7 Tahun 2021, tepatnya Pasal 7, ayat (1), huruf b, tarif pajak 12 persen akan berlaku paling lambat mulai 1 Januari 2025. Bunyi aslinya adalah sebagai berikut:

Sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

Terkait masa berlakunya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa itu adalah kewenangan pemerintah selanjutnya. Ia menambahkan bahwa PPN ini nantinya juga akan ada dalam UU APBN.

“Terkait PPN itu UU HPP, jadi selama ini UU HPP bunyinya demikian. Tetapi mengenai apa yang diputuskan pemerintah, nanti pemerintah akan memasukkan itu dalam UU APBN (2025). Jadi kita lihat saja UU APBN itu bisa membuat kebijakan terkait dengan angka PPN tersebut,” ucapnya, Jumat (22/3/2024).

Jenis Barang yang Dikenai PPN

Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009, PPN dikenakan atas:

  1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  2. Impor barang kena pajak.
  3. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  6. Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
  7. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
  8. Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

Dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pasal 4A, jenis barang yang tidak terkena PPN adalah:

  1. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
  2. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Sementara itu, jasa yang tidak dikenai PPN tertera dalam Pasal 16B Pasal 4A adalah:

  1. Jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional
  2. Jasa pelayanan sosial
  3. Jasa keuangan
  4. Jasa asuransi
  5. Jasa pendidikan
  6. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri
  7. Jasa tenaga kerja
  8. Jasa kesenian dan hiburan
  9. Jasa perhotelan
  10. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
  11. Jasa penyediaan tempat parkir
  12. Jasa boga atau katering

Cara Hitung PPN

Dalam Pasal 8A ayat (1) diterangkan cara menghitung PPN adalah mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak yang meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain.

Sebagai contoh, seorang pengusaha kena pajak A menjual tunai barang kena pajak dengan harga Rp 10.000.000,00. Jika tarif PPN yang berlaku adalah 12%, maka 12% x Rp 10.000.000,00: Rp 1.200.000,00. Jumlah Rp 1.200.000,00 ini adalah pajak keluaran yang dipungut oleh pengusaha kena pajak A.

Dampak Kenaikan PPN

Dalam situs Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Kumara Adji Kusuma selaku ekonom Umsida, menyebut adanya dampak positif maupun negatif dari kenaikan PPN.

“Di sisi positif, memang kenaikan PPN bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk mendukung program-program fiskal seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, efektivitas penggunaan dana tambahan ini harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar bagi masyarakat,” ucapnya sebagaimana dilihat pada Selasa (14/5/2024).

Adapun dampak negatifnya menurut Kumara adalah:

  1. Kenaikan biaya hidup
  2. Inflasi
  3. Pengurangan daya beli
  4. Dampak sektor usaha (usaha kecil dan menengah kesulitan menaikkan harga produk untuk menutupi tambahan tarif PPN, sementara perusahaan besar mungkin dapat mentransfer biaya ini kepada konsumen)
  5. Potensi pengeluaran negatif
  6. Keseimbangan pendapatan (masyarakat dengan pendapat rendah mungkin akan lebih terbebani)

Demikian paparan mengenai alasan hingga dampak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Semoga bermanfaat.

Sumber : detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only