Realisasi penerimaan pajak per akhir April 2024 sebesar Rp 624,19 triliun, turun 9,29% yoy
Pemerintah harus bekerja ekstra menggali potensi pajak tahun ini, realisasi penerimaan pajak selama periode Januari hingga April 2024 kembali mencatatkan penurunan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan pajak hingga akhir April 2024 mencapai Rp 624,19 triliun, setara 31,28% dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024. Namun angka ini terkoreksi 9,29% year on year (yoy), lebih dalam dibandingkan periode Januari-Maret 2024 yang turun 8,86% yoy.
Sebagai perbandingan, penerimaan pajak Januari-April 2023 senilai Rp 688,15 triliun, setara 40,05% dari target APBN. Namun setoran pajak periode itu masih mencatatkan pertumbuhan 21,29% yoy.
Penurunan penerimaan pajak terjadi pada seluruh jenis. Pertama, setoran pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang sebesar Rp 377 triliun, turun 8,25%yoy. Kedua, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) Rp 218,50 triliun, turun 8,95% yoy. Ketiga, penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya RP 3,87 triliun, menyusut 21,34% yoy. Keempat, penerimaan PPh migas Rp 24,81 triliun, yang turun 23,26% yoy.
Dalam konderensi pers, Senin (27/5), Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, penurunan PPh nonmigas terutama karena menurunnya PPh badan. Kondisi ini mencerminkan penurunan profitabilitas di 2023, terutama pada sektor-sektor komoditas.
“Artinya perusahaan-perusahaan dengan harga komoditas turun, terjadi penurunan profitabilitas sehingga kewajiban pembayaran pajak mereka juga mengalami penurunan,” kata Sri Mulyani.
Adapun penurunan penerimaan PPh migas sejalan penurunan lifting migas.
Berdasarkan sektor usaha utama, hampir semua mencatatkan pertumbuhan positif, kecuali sektor pertambangan dan insutri pengolahan. Dari data Kemenkeu, penerimaan pajak dari sektor pertambangan turun signifikan 63,8% yoy. Padahal di periode yang sama di 2023 masih tumbuh 62,8% yoy. Penyebabnya antara lain koreksi harga komoditas, perubahan status izin usaha wajib pajak batubara, hingga kenaikan restitusi. Adapun sektor ini berkontribusi 5,9% terhadap penerimaan pajak.
Sementara penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan turun 13,8% yoy, setelah pada periode yang sama tahun lalu tumbuh 9,9% yoy. Padahal, industri pengolahan menjadi kontributor terbesar penerimaan pajak pada Januari hingga April 2024, yang mencapai 26%.
Fokus intensifikasi
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono melihat, pemerintah masih berusaha untuk menggenjot penerimaan pajak agar tetap tumbuh positif. Caranya, melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Namun, dampak ekstensifikasi diperkitakan tidak terlalu signifikan lantaran aktivitas tersebut dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama untuk wajib pajak baru.
“Jadi, fokus Ditjen Pajak ada pada intensifikasi sehingga kadang kala muncul istilah berburu di kebun binatang,” ungkap Prianto kepada KONTAN, kemarin.
Dengan begitu, KPP akan mengintensifkan penggalian potensi pajak kepada wajib pajak yang sudah terdaftar di masing-masing KPP. Sebagai konsekuensinya, perlawanan pajak cenderung meningkat.
“Jadi, masyarakat berusaha berbagai cara untuk dapat menghemat pajak. Cara lain dari intensifikasi wajib pajak yakni dengan cara mempertahankan iklim berusaha sehingga perekonommian tetap tumbuh,” imbuh dia.
APBN Empat Bulan Masih Mencatatkan Surplus
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 masih mencatatkan surplus sebesar Rp 75,5 triliun hingga April 2024. Angka tersebut setara dengan 0,33% dari produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pendapatan negara sudah terkumpul Rp 924,9 triliun. Realisasi ini mencapai 33% dari target APBN 2024. Namun, angka itu terkontraksi 7,6% year on year (yoy) lantaran tahun lalu pemerintah masih menikmati windfall harga dari berbagai komoditas.
Di sisi lain, belanja negara sudah mencapai Rp 894,2 triliun atau setara 25,5% dari pagi per akhir April 2024. Realisasi belanja ini juga tumbuh 10,9% yoy.
Tak hanya APBN secara keseluruhan, keseimbangan primer juga masih mencatatkan surplus yakni sebesar Rp 237,1 triliun. “APBN dan keseimbangan primer masih dalam posisi surplus pada akhir April 2024,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, senin (27/5).
Sumber : Harian Kontan, Selasa 28 Mei 2024, Hal 2
Leave a Reply