Ini kabar baru yang layak kita perhatikan. Demi menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) 2025, pemerintah akan menggenjot penerimaan negara. Pos yang akan dikerek adalah pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Ini artinya, jenis dan tarif PNBP yang bertambah atau tarif naik. Dan, kenaikan pendapatan dari PNBP ini menjadi keputusan pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, kemarin.
Mereka memutuskan untuk mengerek target batas bawah pendapatan negara pada tahun 2025 dari semua 12,14% terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 12,30% PDB. Walhasil, target pendapatan negara dalam RAPBN 2025 berada di rentang 12,30% hingga 12,36% PDB.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu menyatakan, pemerintah membuka opsi menggenjot penerimaan PNBP. “Kami sepakat bahwa salah satu peluang adaah PNBP,” tegas dia dalam Rapat Panja di Badan Anggaran, kemarin.
Pemerintah akan mengevaluasi tarif dan jenis PNBP, khususnya pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Langkah mengerek PNBP ini karena pemerintah melihat pos penerimaan perpajakn tidak bisa terlalu diandalkan di 2025.
Febrio bilang, penerimaan perpajakan dalam tren menurun setidaknya hingga periode April 2024. Ini disebabkan tekanan ekonomi global dan kinerja ekspor Indonesia serta penurunan harga komoditas.
Konsekuensinya, banyak korporasi mengajukan restitusi pajak atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak. “Ini mengakibatkan beberapa fenomena seperti restitusi PPh dan PPN,” kata dia.
Menanggapai rencana tersebut, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit mempertanyakan maksud pemerintah yang ingin mengevaluasi tarif PNBP di kementerian Perhubungan tersebut. “Ini tarif apa? Jangan sampai kami tidak tahu, tiba-tiba ada kenaikan tarif angkutan transportasi dan sebagainya,” protes Dolfie. Kata dia, evaluasi tarif PNBP dalam rangka meningkatkan PNPB, jelas bukan menurunkan. “Jadi tolong disampaikan agar publik tahu apakah di 2025 pemerintah akan meningkatkan tarif angkutan,” tegas dia.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, berat bagi pemerintah memenuhi target penerimaan minimal 12,3% PDB. Apalagi, pertumbuhan ekonomi di Indonesia hanya berkutat di level 5%.
Nailul menyebutkan, pajak yang menjadi sumber penerimaan paling signifikan dan jadi andalan terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang memang direncakan naik tarifnya. Namun, penerimaan pajak akan terkendala konsumsi rumah tangga yang belum optimal.
Segendang sepenarian, Myrdal Gunarto, Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets Bank Maybank Indonesia menyebut bahwa target penerimaan anggaran akan berat di tahun depan. “Kecuali perekonomian global naik drastis dan membawa harga komoditas andalan ekspor Indonesia melonjak lebih dari 100%,” ujar dia, kemarin.

Sumber : Harian Kontan, Jum’at 21 Juni 2024, Hal. 1
Leave a Reply