Model Family Office Dinilai Lebih Berisiko

Pembentukan family office berpotensi menggerus penerimaan pajak hingga perekonomian

Wacana pemerintah membentuk family office sebelum Predisen Joko Widodo (Jokowi) lengser diwarnai penolakan dari berbagai pihak. Alih-alih mengundang masuk investasi, family office malah dinilai bakal merugikan Indonesia, baik dari sisi penerimaan pajak maupun investasi.

Pembentukan family office digodok di bawah Kementerian Koordinator Bidan Kemaritiman dan Investasi (Marves). Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan kantor keluarga rampung pada Oktober 2024. Bahkan menurut Luhut, Presiden Jokowi maupun presiden terpilih Prabowo Subianto telah menyetujui wacana ini.

Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Muftuchan khawatir, pembentukan family office bisa menekan potensi pendapatan negara dari pajak dan kegiatan investasi. Sebab, tujuan utama keluarga super kaya membuat family office, yakni melindungi keluarga agar tidak dikenakan pajak dan leluasa bergerak maupun bertransaksi tanpa dikenakan pajak dan syarat administrasi lainnya. “Intinya, orang super kaya akan menjadikan family office sebagai jalan untuk mendapatkan pengecualian hukum atau regulasi,” kata Maftuchan kepada KONTAN, Rabu (31/7).

Menurut dia, pembentukan family office justru akan menurunkan kredibilitas pemerintah di mata rakyat. Sebab, tunduk ke keluarga super kaya. Ini akan berdampak tergerusnya kepatuhan penerimaan dari wajib pajak orang pribadi kelas menengah. Padahal, selama ini penerimaan negara dari wajib pajak kelas menengah ini paling besar.

Bukan hanya itu, family office juga berpotensi menjadi sarana bagi orang super kaya melakukan tindakan melawan hukum. Misalnya praktik pencucian uang lintas negara, baik yang bersumber dari aktivitas legal maupun ilegal seperti narkoba, judi, perdagangan orang hingga penyeludupan barang dagangan.

“Pemerintah jangan terlalu silai dengan family office dan jangan terlalu lugu atau pura-pura lugu,” imbuh Maftuchan.

Selain itu, kata dia, family office tidak serta merta bisa menggerakan investasi asing alias foreign direct invesment (FDI) ke Indonesia. Sebab, dari berbagai praktik, keberadaan family office di suatu negara justru tak menanakan modalnya di negara itu.

Sebut saja family office di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Ia mencotohkan, 1Digi Invesment yang bergerak di bidang teknologi finansial dan lainnya, berlokasi investasi di India. Juga Anglian Omega, yang bergerak dibidang media dan entertainment dan lainnya dengan lokasi investasi di India.

Di sisi lain, family office tak lantas memacu perekonomian nasional. Pasalnya, family office tidak otomatis melakukan investasi langsung pada sektor rill di Indonesia.

Ekonom Universitas Paramadina WIjayanto Samirin menyebut, untuk menarik investasi besar dan berkualitas, Indonesia membutuhkan kebijakan yang sederhana, tetapi dijalankan dengan sempurna.

Menurut dia, family office akan sulit berhasil dijalani di Indonesia. Alasannya, keluarga super kaya di dunia sudah canggih dan telah mengetahui cara berinvestasi di berbagai negara dan risiko tiap negara.

Tanpa memperbaiki iklim investasi di dalam negeri, Wijayanto menambahkan, dana yang masuk bisa berisiko tinggi yang justru merugikan ekonomi dalam negeri. Ujungnya, perekonomian bakal semakin rentan dan ketimpangan semakin tinggi.

Sumber : Harian Kontan, Kamis 1 Agustus 2024, Hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only