Tarif PPN Berpotensi Naik Menjadi 12% Tahun Depan

Pemerintah memprediksi penerimaan perpajakan 2025 tumbuh 12% menjadi Rp 2.490,9 triliun

Pemerintah bakal menggali lebih dalam lagi potensi pajak tahun depan. Rencana itu tercermin dari target penerimaan perpajakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2025yang senilai Rp 2.490,9 triliun. Angka ini lebih tinggi 12,28% dibandingkan outlook APBN 2024 sebesar Rp 2.218,4 triliun.

Penerimaan perpajakan tercatat paling dominan, yakni setara 83,12% total target pendapatan negara 2025 yang mencapai Rp 2.996,9 triliun. Adapun porsi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) seniali Rp 505,4 triliun atau 16,86% total target pendapatan negara 2025.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah telah merancang target penerimaan negara dalam RAPBN 2025. “Penerimaan negara akan naik 6,4% dari target tahun 2024 dengan rasio pajak 2025 sebesar 12,32%,” jelas dia dalam konferensi pers, Jumat (16/8).

Target penerimaan negara sebesar Rp 2.996,9 triliun terbagi dala penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 505,4 triliun.

Dari total target penerimaan perpajakan 2025 yang sebesar Rp 2.490,9 triliun, porsi setoran pajak penghasilan (PPh)  mencapai Rp 1.209,3 triliun. Sedangkan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) akan menyumbang Rp 945,12 triliun.

Sufmi Dasco Ahmad, ketua Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran menyatakan, target penerimaan perpajakan tersebut sudah memperhitungkan rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025. “Sepertinya PPN (12%) itu baru di 2025, mungkin sudah dihitung (ke penerimaan),” ujar Dasco di Gedung Parlemen, Jumat (16/8).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah mengonfirmasi bahwa tarif PPN akan naik dari 11% menjadi 12% pada tahun depan. Kenaikan tarif ini sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Airlangga menegaskan kebijakan ini sudah diatur undang-undang sehingga wajib dilaksanakan, kecuali ada aturan baru yang memungkinkan penundaan atau pembatalan kenaikan tarif tersebut.

Momen tidak tepat

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto meniali rencana pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12% kurang tepat. Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih melambat, yakni di level 5,05% pada kuartal II-2024. “Pertumbuhan ekonomi memang masih 5% tapi itu lebih rendah dibandingkan kuartal I-2024 yaitu 5,11%,” kata dia, Jumat (16/8).

Eko menjelaskan, kenaikan tarif PPN 12% pada Januari 2025 memang sudah ditentukan sejak tahun lalu, dengan asumsi tren ekonomi terus meningkat. Faktanya kondisi ekonomi saat ini justru menghadapi tantangan cukup berat. Di antaranya masih menurunnya pertumbuhan ekonomi dan adanya pengaruh dari global. “Jadi momentumnya tidak pas,” ujar dia.

Jika dilihat dalam jangka pendek, menurut Eko, kenaikan tarif PPN 12% dapat mendongkrak penerimaan pajak. Namun dalam jangka panjang, minimal dalam tempo satu tahun, justru hal itu berisiko menurunkan penerimaan negara. Hal itu disebabkan kenaikan PPN 12% akan berdampak pada semua produk. “Dengan kenaikan PPN di situasi ekonomi saat ini, jelas akan menurunkan tingkat konsumsi khususnya pada produk-produk sekunder, jika itu terjadi, penerimaan justru berisiko turun,” ungkap Eko.

Menurut Eko, aturan teknis seperti kenaikan PPN tak seharusnya dicantumkan dalam undang-undang. Ia bilang, hal itu cukup dituangkan melalui peraturan menteri, karena kondisi ekonomi dapat berubah sewaktu-waktu.

Sumber : Harian Kontan, Senin 19 Agustus 2024, Hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only