Pemerintah sedang menggodok regulasi terkait pajak karbon untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung pembangunan keberlanjutan di Indonesia. Ekonom dan pengamat menilai, regulasi pajak karbon perlu mulai diterapkan pada pembangkit listrik berbasis batubara.
Fajry Akbar, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai, pajak karbon sebenarnya sudah ada dalam peta jalan di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada 2022, aturan ini sudah seharusnya diterapkan secara terbatas pada PLTU batubara melalui mekanisme cap and tax dengan tarif Rp 30.000 per ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2e). “Namun sampai sekarang aturan turunan pajak karbon belum keluar. Jika aturan turunannya belum ada, sudah tentu implementasi pajak karbon tidak bisa berjalan,” kata dia, kemarin.
Direktur Eksekutig Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara juga melihat, pajak karbin sudah semestinya segera diterapkan. Hal itu demi mempercepat pemensiunan PLTU batubara.
“Begitu kena pajak karbon, pemilik PLTU bisa mempertimbangkan untuk mengurangi kapasitas produksi listrik sampai melakukan early retirement,” jelas dia, kemarin.
Selain itu, Bhima mengatakan jika penerapan pajak karbon segera dilaksanakan, maka hasil dari pajak karbon bisa digunakan sebagai belanja untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan dan mitigasi terhadap perubahan iklim lainnya.
Sumber : Harian Kontan, Selasa 27 Agustus 2024, Hal 2
Leave a Reply