Pemerintah diminta meneruskan dan memperluas insentif pajak yang berakhir tahun ini
Pemerintah diminta melanjutkan dan memperluas sejumlah insentif pajak yang akan berakhir pada tahun ini. Kucuran insentif pajak dinilai bisa menjadi angin segar bagi masyarakat, khususnya kelas menengah.
Sedikitnya ada tiga insentif pajak yang akan berakhir tahun ini. Pertama, insentif pajak penghasilan (PPh) final usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) 0,5% khusus untuk wajib pajak orang pribadi yang telah dimanfaatkan sejak 2018. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh. Kedua, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggun pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti. Mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 7/2024, PPN DTP 50% berlaku untuk pembelian properti Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar periode 1 Juli-31 Desember 2024.
Ketiga, diskon PPN sebesar 10% untuk mobil listrik juga akan berakhir tahun ini. Insentif itu tertuang dalam PMK No 8/2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani belum lama ini mengatakan pihaknya akan mengevaluasi insentif PPh final UMKM 0,5%. Evaluasi itu untuk melihat kembali apakah insentif pajak UMKM yang sudah dimanfaatkan sejak 2018 perlu dilanjutkan atau tidak.
Ihwal insentif PPN DTP properti, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto belum lama ini menyatakan pemerintah akan memperpanjang PPN DTP 100% untuk pembelian properti. Periodenya mulai September hingga akhir 2024. Namun hingga kini pemerintah belum merilis kebijakan tersebut.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pemerintah memang perlu mengevaluasi sejumlah insentif pajak yang diberikan. Namun konteks memperkuat dukungan kepada masyarakat. Dia menyarankan, pertama, pemerintah memperbesar insentif PPh final UMKM dari saat ini 0,5% menjadi hanya 0,1%. “Karena dihitung dari omzet penjualan sebenarnya angka 0,5% masih relatif tinggi. Dengan insentif menjadi 0,1% asalkan UMKM rajin melapor bisa menjadi stimulus signifikan,” kata dia, kemarin.
Kedua, memberikan insentif PPh 21 DTP untuk karyawan. Harapannya, insentif ini bisa mendorong konsumsi rumah tangga yang saat ini belum stabil. Ketiga, memperpanjang kembali insentif PPN DTP sektor properti. Ini lantaran sektor properti sangat sensitif terhadap penurunan jumlah warga kelas menengah.
Namun Bhima menilai pemerintah perlu mengevaluasi lagi insentif kendaraan listrik. Ia bilang, insentif ini tak tepat sasaran lantaran banyak dinikmati kelompok kaya, bukan menengah bawah. Selain itu, lagi-lagi Bhima menyarankan pemerintah menunda kenaikan tarif PPN 12% pada tahun depan agar konsumsi warga terjaga.
Terkait insentif PPh final UMKM, DIrektur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai, pemerintah berharap pelaku usaha mikro kecil bisa naik kelas. Tidak hanya skala usahanya, tetapi dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Oleh sebab itu, pemerintah membatasi penggunaan fasilitas PPh 0,5% bagi UMKM, yaitu tujuh tahun untuk wajib pajak orang pribadi, empat tahun untuk badan dan tiga tahun untuk badan berbentuk PT. Dalam konteks ini, kata Wahyu, evaluasi pemberian fasilitas PPh final dirasa perlu. Pertama, untuk memastikan fasilitas ini tak dijadikan alat penghindaran pajak. Kedua, untuk memastikan aturan saat ini sudah cukup mempermudah pelaku UMKM masuk ke sistem perpajakan.
Ketiga, nilai fasilitas perpajakan itu naik dalam tiga tahun terakhir. Menurut Laporan Belanja Perpajakan 2022 yang dirilis Badan Kebijakan Fiskal, sejak tahun 2021 nilai belanja perpajakan PPh final UMKM naik dari Rp 15,83 triliun menjadi Rp 18,99 triliun pada tahun 2024 dan diproyeksikan naik lagi Rp 20,76 triliun di 2025.


Sumber : Harian Kontan, Selasa 10 September 2024, Hal 2
Leave a Reply