Bangun Rumah Sendiri, Beban Pajak Bertambah

Masyarakat harus bersiap merogoh kocek lebih dalam jika ingin membangun rumah sendiri. Pasalnya, ada beberapa kenaikan tarif pajak yang ikut mempengaruhi beban masyarakat saat membangun rumah. Hal itu tak lepas dari kebijakan aturan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% pada tahun depan.

Sebut saja, tarif PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) bakal naik menjadi 2,4% pada 2025 dari sebelum nya 2,2%. Kenaikan tarif PPN KMS sejalan rencana kenaikan tarif PPN umum menjadi 2% mulai Januari 205 sebagaimana tertuang di UndangUndang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Tarif PPN KMS dihitung atas besaran tertentu yang merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif PPN umum sebagaimana diatur Pasal 7 ayat (1) UU PPN. Nah, tarif PPN KMS yang berlaku saat ini 2,2% yang merupakan hasil dari 20% dikalikan tarif PPN umum sebesar 11%. Alhasil, ketika tarif PPN um benarbenar naik menjadimulai 2025, tarif PPN KMS ikut meninơkat meniadi 2.4%. Namun

pengenaan PPN KMS hanya akan berlaku pada kegiatan membangun sendiri dengan kriteria luas bangunan 200 meter persegi atau lebih. Artinya, di bawah luas itu tidak terkena PPN KMS.

Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mengatakan kenaikan PPN KMS dari 2,2% menjadi 2,4% akan membebani masyarakat yang sedang membangun rumah. “Ketentu an ini akan memberatkan masyarakat yang memiliki kemampuan pas-pasan,” ujar dia, Senin (16/9).

Kenaikan PPN KMS akan mempengaruhi harga rumah dan daya beli.

Terlebih beban masyarakat tak hanya dari PPN KMS. Mulai 2025, tarif PPN naik menjadi 12%. Hal ini tentu dikenai untuk semua material bahan bangunan. Alhasil, harga bahan bangunan akan naik. “Dengan demikian, tahun depan membangun rumah akan lebih mahal,” ungkap dia.

Dia berharap pemerintahan selanjutnya menunda kenaikan tarif PPN. Meski sudah diamanatkan UU HPP, pemerintah bisa membatalkan atau menunda kenaikan ini dengan cara merilis Perppu. “Namun, usul saya bukan hanya menunda, tetapi membatalkan dan mengembalikan tarif PPN ke 10%,” kata Agus.

Ekonom Universitas Paramida Wijayanto Samirin
menilai kebijakan PPN KMS, termasuk PPN 12% bisa mempengaruhi harga rumah dan daya beli masyarakat. Ini karena sektor perumahan memiliki multiplier effect tinggi, seperti mempekerjakan banyak tenaga kerja dan menyerap produk dengan local content tinggi. Alhasil, dia meminta pemerintah berhati-hati dalam melakukan penyesuai-an tarif. “Menaikkan pajak di

sektor ini hendaklah berhatihati, apalagi saat ini ekonomi kita mulai menunjukkan tanda-tanda krisis, ditandai empat bulan deflasi berturut-turut,” kata dia, kemarin.

Wijayanto tidak ingin sektor perumahan atau properti yang memiliki kontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi terganggubat kebijakan tersebut. “Jangan sampai sektor yang menjadi andalan per

tumbuhan ekonomi ini ikut terganggu,” kata dia.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai kenaikan tarif PPN KMS tidak terlalu berdampak terhadap masyarakat. Mengingat yang terkena dampak kenaikan itu masyarakat kelas menengah ke atas yang akan membangun di atas luas lahan 200 meter persegi.

tumbuhan ekonomi ini ikut terganggu,” kata dia.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai kenaikan tarif PPN KMS tidak terlalu berdampak terhadap masyarakat. Mengingat yang terkena dampak kenaikan itu masyarakat kelas menengah ke atas yang akan membangun di atas luas lahan 200 meter persegi. Kendati begitu, Ariawan tetap meminta pemerintah menunda kenaikan tarif PPN 12%. Bukan karena implikasinya terhadap KMS, namun lebih dari dampak ekonomi yang akan terjadi. “Kenaikan tarif PPN akan membuat upah nominal semakin turun. Di sisi lain, pendapatan riil juga turun, lalu terhambatnya kinerja ekspor serta impor,” kata dia.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only