Iuran Lingkungan Apartemen Dikenai PPN

Pebisnis apartemen keberatan atas rencana PPN 11% terhadap iuran pengelolaan lingkungan

Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11% atas Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang dibayarkan para penghuni rumah susun (rusun) dan apartemen.

Saat ini, Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mulai melakukan sosialisasi atas rencana tersebut. Seiring bergulirnya rencana pengenaan PPN atas IPL, pengelola rusun hingga perusahaan properti mulai gencar menyuarakan penolakan atas rencana tersebut.

Asosiasi Persatuan Perhimpunan Pemilik Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) menegaskan, penerapan PPN atas IPL bakal memberatkan penghuni rumah susun dan apartemen.

“Apalagi kalau dikenakan PPN, jelas akan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat di apartemen dan rusun,” ujar Adjit, Selasa (24/9).

Adjit menerangkan, IPL ibarat dana urunan dari para pemilik dan penghuni rusun maupun apartemen untuk membiayai pengelolaan dan perawatan gedung tersebut.

Okupansi apartemen

Dana IPL itu digunakan antara lain untuk pengadaan tenaga kebersihan, tenaga keamanan, tenaga ahli perawatan mesin, lift, gondola, genset, pompa, taman, gedung, perizinan, sistem proteksi kebakaran.

Hal itu, katanya sama saja seperti iuran RT/RW di lingkungan pemukiman non-rusun/aparteen yang dipakai untuk membayar kebersihan dan keamanan.

Dengan begitu, menurut Adjit, IPL berperan penting dalam perawatan gedung. Jika pengenaan PPN memicu banyaknya tunggakan IPL, maka akan menyulitkan pihak pengelola gedung.

“Ujung-ujungnya pengelola melakukan efisiensi. Misalnya ada lift yang rusak, akhirnya kita harus mengurangi fasilitas. Jika tadinya lift yang jalan ada tiga, berkurang hanya dua saja,” jelas dia.

Selain itu, menurut Adjit, penerapan PPN IPL juga bakal menurunkan tingkat okupansi apartemen. Pasalnya, minat masyarakat untuk membeli atau menyewa apartemen bakal menurun.

“Pasti warga keberatan dan tidak mau tinggal di apartemen,” ungkap Adjit.

Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya juga keberatan atas rencana pengenaan PPN IPL tersebut. Ia menilai, rencana penerapan PPN itu membuat masyarakat semakin menghindari apartemen sebagai tempat hunian.

“Kalau diterapkan PPN 11% orang pasti akan menghindari tinggal di apartemen komersial non-subsisdi. PPN membuat beban IPL-nya makin tinggi,” ujar dia, Selasa (24/5).

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) Mediterania Boulevard Residences Kian Tanto mengaku, saat ini pihaknya kesulitan dalam melakukan perawatan fasilitas gedung karena banyak penghuni yang menunggak iuran.

Lantaran banyak yang tidak membayar, dana IPL yang terkumpul tidak mencukupi untuk biaya operasional, sehingga pengurus harus mencari pendapatan lain-lain. Di antaranya menyewakan ruang-ruang bagian bersama, benda bersama, space area komersial, ATM dan lain sebagainya.

Nah, jika sampai IPL pun dikenakan PPN 11%, ia memastikan bakal semakin banyak penghuni Mediterania Boulevard Residences yang menunggak pembayaran IPL.

Kondisi itu, menurut Kian, sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir, dan kondisinya semakin parah di masa pandemi Covid-19.

“Jika IPL dibebankan PPN, hampir dipastikan pengelolaan dan perawatan gedung terancam, dan akan lebih menyulitkan pemilik dan penghuni. Di apartemen kami hanya sekitar 70% penghuni yang tertib membayar IPL,” ungkap Kian.

Menurutnya, 30% penghuni yang menunggak pembayaran IPL itu karena terkendala masalah ekonomi.

Sumber : Harian Kontan, Rabu 25 September 2024, Hal 13

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only