Tim Prabowo mewacanakan penurunan PPh badan hingga penghapusan PPN properti
Pemerintahan baru yang akan dimpimpin Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bakal merelaksasi sejumlah kebijakan pajak. Tak hanya kebijakan yang terkait masyarakat, tetapijuga pelaku usaha.
Rencana relaksaksi tersebut, pertama, pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 22% menjadi 20%. Prabowo ingin tarif pajak korporasi di Indonesia mendekati tarif di Singapura dan HongKong, yang masing-masing hanya 17% dan l6,5%.
Kedua, penundaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12%, yang sedianya berlaku mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Hal ini mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat yang terindikasi turun.
Ketiga, penghapusan sementara PPN 11% untuk sektor perumahan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) 5% di tahun pertama pemerintahan Prabowo. Rencana ini diungkap oleh Ketua Satgas Perumahan Prabowo Hashim Djojohadikusumo.
“Ini rekomendasi kami ke pemerintah untuk dihapus 16% sementara waktu,” kata Hashim, Kamis (11/10). Satgas berharap, industri perumahan lebih bergairah dengan pemberian insentif ini.
Namun, ada konsekuensi yang timbul dari relaksasi berbagai kebijakan pajak tersebut jika benar-benar diimplementasikan secara bersamaan. Apalagi, pemerintah telah menetapkan target penerimaan pajak 2025.
Dalám Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah menargetkan penerimaan pajak mencapai Rp 2,189,31 triliun. Angka ini naik 13,91% dibanding out look penerimaan pajak 2024 sebesar Rp 1.921,9 triliun.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryan to mengatakan, wacana pemangkasan PPh badan dan penundaan kenaikan tarif PPN, akan memberikan dampak yang besar terhadap penerimaan pajak. Sebab, kontribusinya cukup besar.
Hanya saja, Wahyu melihat, penundaan tarif PPN 12% tidak akan berdampak terhadap penerimaan pajak tahun depan. Sebab, kebijakan ini belum diperhitungkan dalam target penerimaan pajak.
“Kalau tidak jadi diterapkan, maka seharusnya tidak akan mengurangi postur APBN 2025,” ujar Wahyu kepada KONTAN, Jumat (11/10).
Namun, Wahyu khawatir, wacana pemangkasan tarif PPh badan akan membuat penerimaan pajak anjlok dalam jangka pendek. Cuma, dalam jangka menengah, penurunan tarif PPh badan bisa menaikkan kepatuhan, mencegah penghindaran dan pengelakan pajak, yang disertai dengan ekstensifikasi sehingga penerimaan PPh badan bakalan meningkat.
Catatan Wahyu, saat pemerintah menurunkan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% pada 2020 lalu, realisasi penerimaan pajak di tahun itu langsung anjlok 37,8%. Meski memang, penurunan setoran pajak tersebut juga dipengaruhi beberapa kondisi lain, seperti pandemi dan pemberian fasilitas pajak lain.
Pada 2021, kondisi mulai berbalik. Setoran PPh badan saat itu kembali tumbuh positif, dengan capaian Rp 158,25 triliun. Bahkan, pada 2022, penerimaan PPh badan sudah di atas realisasi sebelum pemerintah menurunkan tarif PPh badan, yakni sebesar Rp 340,81 triliun.
Menyigi super kaya
Di sisi lain, Pemerintahan Prabowo mempertimbangkan untuk merevisi tarif PPh yang menyasar orang pribadi super kaya, agar setoran pajaknya lebih optimal. Saat ini, orang pribadi berpenghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun dikena kan tarif PPh 35%.
“Revisi tarif PPh untuk kelompok berpenghasilan tinggi, atau pemberlakuan pajak tambahan (surtax) bagi mereka yang memiliki penghasilan di atas batas tertentu,” kata Wakil Komandan Tim Kampenye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran Anggawira belum lama ini.
Dari catatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu), total setoran pajak dari 11.268 orang pribadi yang dikenakan tarif progresif 35% mencapai Rp 18,5 triliun hingga Agustus 2024, yang berasal dari setoran PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25 dan Pasal 29.
Hitungan KONTAN, angka itu hanya setara 9,8% dari total penerimaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 25, dan Pasal 29, dan hanya berkontribusi 1,54% terhadap penerimaan pajak secara keseluruhan.
Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyarankan otoritas pajak melakukan evaluasi kepatuhan pajak para crazy rich Indonesia. Sementara Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia Raden Agus Supárman mendorong pemerintah untuk menerapkan pajak kekayaan atawa wealth tax.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply