Topik mengenai ketentuan administrasi setelah coretax administration system (CTAS) berlaku nanti masih mendapat sorotan cukup besar dari masyarakat.
Beberapa di antaranya, mencakup aturan bahwa pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan wajib pajak badan perlu memakai akun orang pribadi, serta kewajiban bagi pengusaha kena pajak (PKP) untuk mengunggah perincian penyerahan faktur pajak eceran.
Mengenai pelaporan SPT PPh badan, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak badan harus dilaksanakan melalui akun wajib pajak orang pribadi ketika coretax administration system diimplementasikan.
Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Bima Pradana mengatakan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan menggunakan akun wajib pajak badan tidak dimungkinkan lagi seiring dengan diterapkannya coretax system.
“Wajib pajak badan bisa mengakses coretax, tetapi memang akses atas NPWP badan itu sangat-sangat terbatas untuk sisi view saja. NPWP badan tidak seperti dahulu, dia tidak lagi memiliki sertifikat digital. Sertifikat digital kita tempelkan ke wajib pajak orang pribadi yang punya akses,” katanya.
Dengan demikian, pelaksanaan hak dan kewajiban pajak wajib pajak badan dilaksanakan melalui akun wajib pajak orang pribadi yang berperan sebagai PIC utama (superuser) dan wakil/kuasa yang sudah diberikan akses.
Setiap wajib pajak badan hanya bisa memiliki 1 PIC utama. Pada tahap awal penerapan coretax, PIC utama wajib pajak badan ialah orang pribadi yang tercatat sebagai penanggung jawab wajib pajak badan di akun DJP Online.
Nanti, PIC utama bisa memberikan akses sesuai kebutuhan kepada wakil atau kuasa. PIC juga bisa memberikan akses kepada PIC dari setiap tempat kegiatan usaha.
Dengan sistem baru tersebut, DJP juga ingin menghapuskan praktik sharing password akun wajib pajak badan.
Masih soal coretax, ketika transformasi administrasi pajak tersebut berlaku, pengusaha kena pajak (PKP) bakal diwajibkan untuk mengunggah perincian data terkait dengan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang menggunakan faktur pajak eceran.
Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Iqbal Rahadian menjelaskan bahwa kewajiban itu merupakan bagian dari implementasi coretax administration system.
“Kalau sebelumnya cukup mengisikan jumlah bruto dan nominal PPN ke Formulir 1111 AB. Nanti, Formulir 1111 AB tidak ada lagi. Nanti, terkait pengisian detailnya kita akan isi di induk. Upload perinciannya menggunakan XML,” katanya.
Iqbal pun menekankan penggunaan file berformat XML akan mempermudah PKP dalam mengunggah data perincian penyerahan.
“Template sudah disiapkan, tinggal di-download dan diisikan sesuai template yang disiapkan. Bentuk file tidak CSV, tetapi XML. Nanti, akan ada aplikasi converter yang bisa dimanfaatkan,” tuturnya.
Selain dua topik di atas, masih ada ulasan lain yang juga menarik untuk disimak kembali. Di antaranya, poros koordinasi kementerian keuangan yang tidak lagi di bawah Kemenko Perekonomian, kebijakan kenaikan tarif PPN, hingga modus baru penipuan yang mencatut nama DJP.
Sumber : news.ddtc.co.id
Leave a Reply