Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.
Target tersebut tumbuh 10,07 persen dari target APBN 2024 yang sebesar Rp1.988,8 triliun.
Sejak awal kepemimpinan Jokowi, reformasi pajak menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan penerimaan negara.
Langkah-langkah seperti pemberian insentif pajak, reformasi administrasi perpajakan, dan peningkatan kepatuhan pajak telah menjadi bagian dari strategi untuk memperkuat basis pajak dan mengurangi kesenjangan antara potensi penerimaan dan realisasi pajak.
Reformasi perpajakan, kata dia, akan dilanjutkan melalui perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Tak hanya itu, kata Jokowi, perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan, serta pemberian insentif perpajakan yang terarah dan terukur.
Kendati, di tengah dinamika ekonomi global dan dalam negeri, tantangan dalam efektivitas kebijakan pajak tetap menjadi perhatian, terutama terkait dengan perubahan regulasi, pertumbuhan ekonomi yang belum merata, dan tantangan digitalisasi dalam perekonomian. Jokowi juga membeberkan target pendapatan negara dalam pidato tahunan terakhirnya, Agustus lalu.
“Pendapatan negara pada tahun 2025 dirancang sebesar Rp2.996,9 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp505,4 triliun dengan tetap menjaga iklim investasi dan kelestarian lingkungan serta keterjangkauan layanan publik,” kata Jokowi dalam pidato nota keuangan di Ruang Rapat Paripurna pada Agustus lalu.
Amnesti Pajak (Tax Amnesty)
Kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty merupakan bagian dari kebijakan pemerintah di bidang perpajakan.
Kebijakan tersebut guna memberikan pengampunan atau penghapusan pajak yang seharusnya terutang kepada wajib pajak (WP) dengan tidak mengenakan sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan bagi WP.
Pada 2016, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang Pengampunan Pajak yang kemudian Jokowi meluncurkan Program Pengampunan Pajak.
Menurutnya kala itu, tax amnesty bukan semata-mata memberikan pengampunan pajak tapi repatriasi aset, yakni pengembalian modal yang tersimpan di bank luar negeri atau di cabang bank luar negeri ke Indonesia.
Diharapkan mereka nantinya bisa menaruh kembali asetnya di Indonesia seiring dengan perkembangan kerja sama perpajakan internasional di level G20, OECD, dan non OECD.
Pada penutupan program tax amnesty ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani saat itu mengaku tak puas dengan jumlah peserta tax amnesty. Sebab, jumlahnya jauh di bawah total WP yang mencapai 32 juta.
Modernisasi Penggabungan NIK-NPWP
Pada 2022, pemerintahan Jokowi melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2022 tentang NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi pemerintah mengatur format NPWP menggunakan format baru yakni 16 digit.
Berdasarkan aturan itu, wajib pajak yang tidak memadankan NIK dengan NPWP akan mendapatkan sanksi berupa kesulitan mengakses sejumlah layanan yang berkaitan dengan perpajakan.
Salah satu alasan pengintegrasian NIK-NPWP adalah untuk mendapatkan data akurat WP pribadi dan badan. Penggabungan ini dinilai sebagai langkah efektif untuk menertibkan administrasi perpajakan pada seluruh lapisan masyarakat WP.
Rasio Pajak
Jelang genapnya 10 tahun Jokowi, rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) tak kunjung mendekati 12,2 persen sebagaimana janjinya pada Pilpres 2019.
Bila diperhatikan, tren penurunan rasio pajak justru terjadi kala penerimaan perpajakan yang pemerintah kantongi semakin tebal.
Saat awal Jokowi menjabat pada 2015, realisasi penerimaan perpajakan berada di angka Rp1.240,42 triliun dengan rasio 10,76 persen terhadap PDB. Sementara pada 2023 silam, perpajakan berhasil mengumpulkan Rp2.154,2 triliun, namun rasionya hanya 10,2 persen.
Sementara berdasarkan data Kementerian Keuangan, pemerintahan tahun pertama Jokowi pada 2015 mencatatkan rasio perpajakan sebesar 10,76 persen terhadap PDB. Angka itu turun dari 2014 yang sebesar 10,85 persen.
Penurunan berlanjut hingga 2017 ke level 9,89 persen, kemudian naik ke 10,24 persen pada 2018 sebelum kembali terjun menurun ke level 8,33 persen pada 2020, bahkan menjadi capaian terendah dalam dua era kepemimpinan Jokowi.
Jokowi kemudian mengeluarkan jurus Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II pada 2022. Program tersebut berhasil mengerek tax ratio menjadi 10,39 persen. Tanpa PPS, tax ratio 2022 hanya mencapai 10,08 persen.
Upaya Jokowi Dilanjutkan Prabowo?
Sebelum dilantik sebagai presiden, mencuat wacana Prabowo bakal memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan dengan membentuk Badan Penerimaan Negara.
Pemisahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan rasio pajak yang bagai jalan di tempat dalam 10 tahun terakhir.
Dalam Pilpres 2024, Prabowo memang pernah berjanji memisahkan DJP dari Kemenkeu. Janji tersebut tertuang dalam ‘8 Program Hasil Terbaik Cepat’ yang akan jadi fokus Prabowo-Gibran. Pemisahan itu mulanya direncanakan berujung pada Badan Penerimaan Negara (BPN).
Pembentukan BPN tadinya dilakukan dengan niat menggenjot penerimaan negara, baik itu dari pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Namun, BPN dikabarkan batal dibentuk karena dianggap sangat kompleks. Ketua Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) Anggawira mengatakan integrasi antar lembaga yang berbeda ini memerlukan waktu, koordinasi, dan penyesuaian birokrasi yang tidak sederhana.
Terlepas dari pembatalan pembentukan BPN, Prabowo mengangkat tiga wakil menteri keuangan untuk mendampingi Sri Mulyani bertugas sebagai Bendahara Negara.
Anggawira mengatakan dengan adanya tiga wakil menteri, Kementerian Keuangan bisa lebih lincah dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi global dan domestik, baik di ranah kebijakan fiskal maupun dalam operasionalisasi penerimaan dan pengelolaan anggaran negara.
“Dengan adanya tiga wamen, masing-masing dapat memiliki fokus yang lebih spesifik untuk menangani berbagai aspek tersebut. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengambilan keputusan serta pelaksanaan kebijakan,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (17/10).
Selain itu, ada pula rencana tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dikerek menjadi 12 persen yang berlaku mulai Januari 2025. Kenaikan ini disebut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara.
Sementara itu, ada juga pajak karbon yang direncanakan berlaku mulai 2025 dan dikenakan atas aktivitas yang menghasilkan polusi udara. Tarifnya dipatok paling rendah Rp30 ribu per ton karbon dioksida yang dihasilkan.
Sebagai catatan, Indonesia menghasilkan setidaknya 1,3 miliar ton karbon dioksida ekuivalen sepanjang 2022. Dengan tarif paling rendah saja, pajak karbon berpotensi menambah penerimaan negara sebesar Rp39 triliun.
Namun, sejumlah warga mengatakan jika terjadi kenaikan PPN pada 2025, itu akan memberatkan mereka. “Kebutuhan meningkat dan pajak naik, maka itu lumayan (memberatkan)”,” kata Pauline salah satu warga.
Warga lainnya, Mario mengatakan kenaikan pajak hal yang tak disukainya. “Saya tak suka, tapi bagaimana pun ini demi pembangunan lebih baik.” katanya.
Aksi lainnya adalah penguatan implementasi coretax administration system (CTAS). Sistem coretax tersebut telah dibangun sejak 2022 dengan realisasi anggaran senilai Rp977 miliar.
Ditargetkan berlaku mulai Januari 2025, sistem CTAS nantinya menyatukan seluruh layanan perpajakan ke dalam portal daring (online) yang bersifat tunggal.
Penyederhanaan administrasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan perpajakan secara sukarela di masyarakat. Sistem CTAS juga diyakini akan meningkatkan efisiensi otoritas pajak dalam mengawasi kepatuhan pajak.
Selain meneruskan kebijakan pajak era Jokowi, pemerintahan Prabowo juga telah menyiapkan sejumlah kebijakan pajak baru. Sampai saat ini, kebijakan pajak yang dikabarkan akan berlaku di awal pemerintahan Prabowo utamanya berbasis insentif.
Pertama, ada rencana memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) perusahaan dari semula 22 persen menjadi 20 persen. Kedua, pemerintah Prabowo juga berwacana menghapus pajak atas pembelian rumah dan properti.
Sumber : cnnindonesia.com
Leave a Reply