JAKARTA, Pemerintah sudah mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.517,5 triliun hingga 31 Oktober 2024. Realisasi ini menunjukkan kontraksi 0,4% dari periode Oktober 2023. Saat itu realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.523,9 triliun.
“Kami telah sampaikan ke Komisi XI tahun ini tahun yang berat dengan pertumbuhan pajak negatif karena harga minyak kelapa sawit dan batu bara mengalami penurunan,” ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu (13/11/2024).
Bila dilihat secara keseluruhan pendapatan negara mencapai Rp 2.247,5 triliun ini artinya tumbuh 0,3% dibandingkan posisi akhir Oktober 2023 yang Rp 2.240,5 triliun. Realisasi ini terbagi dalam penerimaan pajak sebesar Rp 1.517.5 triliun; kepabeanan dan cukai sebesar Rp 231,7 triliun; serta penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 477,5 triliun.
“Pendapatan negara ini berarti 80,2% total target tahun ini telah dikumpulkan berarti tinggal 2 bulan lagi, kita harus mengumpulkan 20% untuk mencapai target Rp 2.802,3 triliun,” tutur Sri Mulyani.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.517,53 triliun terbagi dalam empat kelompok. Pertama yaitu Pajak Penghasilan (PPh) non migas sebesar Rp 810,76 triliun atau 76,24% dari target APBN dengan pertumbuhan bruto negatif 0,34%.
“PPh non migas mengalami peningkatan penerimaan bruto berbagai sektor khususnya sektor ekstraktif,” terang Anggito.
Kedua yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar sebesar Rp 620,42 triliun atau 76,47% dari target APBN. Jika dilihat secara bruto terjadi pertumbuhan bruto 7,87%.
“PPN dan PPnBM memang konsumsi domestik masih meningkat dibandingkan tahun lalu, sedikit agak kontinuitif yang saat ini terjadi, tetapi kalau dilihat kondisi ekonomi memang membaik,” terang dia.
Ketiga yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya sebesar Rp 32,65 triliun atau 86,52% dari target APBN. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi pertumbuhan bruto 12,81%. Keempat yaitu realisasi PPh migas sebesar Rp 53,7 triliun atau 70,31% dari target APBN. Realisasi ini menunjukkan kontraksi 8,97% dari periode yang sama tahun 2023.
Berpotensi Terjadi Shortfall
Di sisi lain, Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai dengan sisa waktu yang tersisa penerimaan pajak tahun 2024 sulit untuk dicapai atau bisa terjadi shortfall. Bila diasumsikan penerimaan di November 2024 sama seperti bulan-bulan sebelumnya, berarti penerimaan di bulan November 2024 di angka rata-rata penerimaan 10 bulan sebelumnya, yaitu di 7,6%. Artinya, sampai dengan Desember 2024, pencapaian penerimaan negara akan naik sekitar 19%. Sehingga total penerimaan nasional sekitar 95% atau akan ada shortfall sekitar 5%.
“Menurut saya, tidak ada sektor usaha yang bisa mendongkrak penerimaan di akhir tahun 2024. Kondisi ekonomi sedang melandai karena nampaknya dampak dari pergantian presiden. Sehingga mesin ekonomi masih bekerja di bawah normal,” terang Raden.
Sumber : investor.id
Leave a Reply