Rame-Rame Menolak Kenaikan Tarif PPN

Pemerintah tak sensitif, kenaikan tarif PPN menjadi 12% kian hantam daya beli

Dinilai tak sensitif dengan situasi masyarakat, penolakan atas rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) makin kencang. Sejauh ini, pemerintah masih ngotot akan menaikan PPN sebesar 9% dari 11% menjadi 12% dan berlaku mulai 1 Januari 2025.

Lihat saja, di antara sederetan kalangan yang menolak kenaikan PPN, Yustinus Prastowo, mantan Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, termasuk di dalamnya. Dia menyatakan, banyaj kalangan khawatir terhadap rencana ini.

Yustinus pun berharap pemerintah menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12%. “Di tengah penurunan daya beli masyarakat, kebijakan ini berpotensi menghantam dua sisi sekaligus, yakni permintaan dan penawaran,” tutur Yustinus dalam cuitan di X pribadinya, kemarin.

Chairman of Federation of Asia Pacific Retail Association (FAPRA) Roy N Mandey juga berharap pemerintah menunda rencana kenaikan PPN tersebut. “PPN dari 11% menjadi 12% itu harus ditangguhkan agar konsumsi masyarakt tidak terganggu,” tandasnya, belum lama ini.

Tak sekedar penolakan, kini muncul ajakan aksi boikot terhadap pemerintah. Salah satu akun di media sosial X, misalnya, menyuarakan gerakan mengerem konsumsi jika pemerintah tetap menaikkan tarif PPN. Sebagai catatan, salama ini konsumsi masyarakat menopang lebih dari 50% terhadap produk domestik (PDB) Indonesia.

Secara umum, sejumlah kalangan memang waswas dengan penerapan PPN 12%. Agenda ini, menurut hitungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, bakal memukul telak daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah bawah.

“Kenaikan PPN akan memberi dampak sebesar 4,79% terhadap pengeluaran kelompok miskin,” terang Jahen F Rezki, Wakil Kepala LPEM UI Bidang Penelitian kepada KONTAN, Senin (18/11).

Kenaikan beban masyarkat juga tampak pada pengalaman tahun 2022 saat tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%. Keputusan pemerintah itu menambah beban rumah tangga miskin sebesar 0,71% dan hanya menambah beban sebesaar 0,55% pada kelompok rumah tangga kaya.

Jahen mengingatkan, pada tahap awal, kenaikan tarif PPN akan menurunkan konsumsi masyarakat. Tahap selanjutnya, beleid ini bakal memicu lonjakan penduduk miskin.

Hitungan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus, pertumbuhan ekonomi akan tergerus 17 basis poin sebagai imbas kenaikan tarif PPN 12%. “Selain pertumbuhan ekonomi terkoreksi, konsusmsi rumah tangga juga akan turun 0,26%,” tutur Ahmad, kemarin.

Hingga berita ini naik cetak, Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak belum memberi klarifikasi atas sejumlah pertanyaan yang diajukan KONTAN.

Melihat desakan banyak kalangan, Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie menyatakan, DPR memberi keleluasaan pada pemerintah untuk menunda atau membatalkan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%. “Komisi XI DPR menunggu sikap pemerintah,” kata dia kepada KONTAN, Senin (18/11).

Dolfie juga menyatakan bahwa Komisi XI DPR sudah mempertanyakan rencana kenaikan tarif PPN tersebut saat membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 pada September 2024. Selain itu, Komisi XI DPR juga menunggu peta jalan (roadmap) untuk menaikkan tax ratio. “Kami ingin mendapatkan gambaran lebih utuh dan komprehensif, sehingga jelas skenario tarif pajak dan ekstensifikasinya,” tandasnya.

Sumber : Harian Kontan, Selasa 19 November 2024, Hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only