Pemerintah pekan depan akan mengumumkan kepastian kebijakan tarif PPN tahun 2025.
Kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025 masih maju mundur. Hingga kemarin, petisi penolakan tarif PPN 12% di platform Change.org sudah diteken hampir 16.000 orang. Di sisi lain, pemerintah sudah memasang target penerimaan pajak 2025 dengan memperhitungkan tarif PPN 12%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan mengumumkan kepastian kebijakan tarif PPN pada minggu depan. “Nanti diumumkan minggu depan. Kami simulasikan dulu,” ujar dia kepada jurnalis, Selasa (3/12), tanpa menjelaskan apakah pemerintah akan melanjutkan atau menunda penerapan tarif PPN 12%,
Menko Airlangga telah menggelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, pada Selasa (3/12) lalu.
Agenda yang dibahas adalah kebijakan tarif PPN 12% di 2025 serta insentif yang disiapkan pemerintah pada tahun depan. Hasil pembahasan ini akan disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono memberikan sinyal bahwa tarif PPN tetap naik pada 2025. Meski tarif PPN tetap naik, kata Parjiono, ada pengecualian untuk kelompok masyarakat dan sektor tertentu seperti masyarakat miskin, sektor kesehatan dan pendidikan.
Pembebasan PPN
Seiring rencana pemberlakuan tarif PPN 12% pada awal Januari 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyodorkan jalan tengah, yakni meminta pemerintah mengkaji perluasan jasa/barang yang bebas PPN.
Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad menilai pemerintah perlu menghitung dampak penerapan tarif PPN 12% dengan mengkaji barang/jasa apa saja yang bisa diperluas cakupannya dari pembebasan PPN. “Perlu dilihat dampaknya. Kalau memungkinkan diperluas, kenapa tidak?” kata Kamrussamad, Selasa (3/12).
Menurut dia, sektor jasa yang paling mempengaruhi perekonomian, terutama yang diminati kelas menengah bawah, perlu menjadi fokus utama dalam evaluasi ini. “Itu mesti diidentifikasi. Saya setuju untuk mengkaji itu,” ucap Kamrussamad.
Pemerintah masih membahas kebijakan PPN 12% dan rencana insentif di 2025.
Ia menyebutkan, perluasan pembebasan PPN sebenarnya tidak memerlukan perubahan undang-undang secara formal. Pemerintah bisa menetapkan kebijakan itu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK), selama tidak bertentangan dengan UU yang ada.
Kamrussamad mencontohkan, tiket pesawat bisa menjadi salah satu komponen yang dapat dikenakan pembebasan/pengecualian. Hal ini lantaran tingginya masyarakat yang menggunakan transportasi udara setiap tahun.
“Itu satu komponen yang saya kira perlu dipertimbangkan. Berapa juta rakyat kita yang dalam setahun naik pesawat,” imbuh dia.
Hanya saja, ia menegaskan hingga saat ini, pembahasan perluasan pembebasan/pengecualian PPN belum dibahas DPR bersama pemerintah.
Dia berharap pemerintah menghitung cermat hal itu agar kebijakan yang ditempuh dapat menguntungkan masyarakat tanpa menganggu stabilitas perekonomian.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply