Daftar Barang Mewah Kena PPN 12% Masih dalam Penggondokan

Pemerintah hanya punya waktu tiga pekan untuk menyusun daftar barang mewah yang akan kena pajak pertambahan nilai (PPN) 12%. Berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai berlaku 1 Januari 2025.

DPR mengumumkan, tarif PPN 12% hanya untuk barang mewah. Sementara barang umum lainnya tetap terkena tarif 11%. Meski begitu, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait daftar barang mewah yang kena PPN 12%.

Pada Jumat (6/12), tiga wakil menteri keuangan menyambangi DPR untuk membahas kembali kebijakan PPN 12%. Pasca pertemuan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan, ada tiga skema kebijakan PPN.

Pertama, barang dan jasa yang tidak kena PPN. “Bahan makanan, UMKM, transportasi, pendidikan, kesehatan, jasa keuangan dan asuransi, listrik dan air bersih yang di atas 6.600 (VA), itu tidak dikenakan PPN,” kata Dasco.

Kedua, barang dan jasa yang kena tarif PPN 11%. Ke tiga, barang mewah yang terkena tarif PPN 12%.

“Tergantung mana yang ditetapkan pemerintah, itu yang akan diumumkan. Kita lihat saja nanti pada tanggal 1 Januari 2025,” ujar Dasco.

Sayangnya, tiga wakil menteri keuangan yang bertemu wakil rakyat enggan memberikan pernyataan usai pertemuan tersebut. Sementara, saat dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo menyampaikan, daftar barang mewah yang akan kena tarif PPN sebesar 12% masih dalam penggodokan BKF. “Masih dalam pembahasan,” ungkapnya kepada KONTAN kemariņ.

Wahyu juga enggan memerinci pembahasan tersebut akan rampung kapan. Pun dengan mekanisme aturan hukum terkait PPN 12%.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, alih-alih sebagai jalan tengah, kebijakan tersebutmalah tidak akan berdampak pada penerimaan negara dan berefek ke daya beli masyarakat. Bahkan, kebijakan itu membuat iklim perpajakan menjadi semakin rumit.

Sebab itu, “Kenaikan tarif PPN menjadi 12% ditunda saja daripada pemerintah hanya akan menyasar barang mewah,” kata Wijayanto, Jumat (6/12). Ia menambahkan, kenaikan tarif PPN lebih baik pemerintah lakukan saat daya beli masyarakat mulai membaik pada pertengahan 2025 atau awal 2026 nanti.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono juga mengatakan, kebijakan multitarif PPN hanya akan memunculkan masalah kompleksitas, lantaran satu kelompok barang dapat kenatarif PPN berbeda.

“Sistem aplikasi coretax harus dimodifikasi. Selain itu, diperlukan identifikasi dan pembedaan barang-barang yang dikenai tarif PPN 12% dan 11%,” jelasnya.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only