Banyak PR untuk Mengerek Rasio Pajak

Upaya pemerintah untuk mengerek rasio pajak tak akan mudah. Kondisi perekonomian yang tengah lesu menjadi salah satu faktor penghambatnya.

Dalam rapat kamis (20/3) pekan lalu, Presiden Prabowo Subianto meminta kepada para menterinya berupaya keras mengerek rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) alias tax ratio maupun rasio penerimaan negara secara keseluruhan. Ini tak mudah, lantaran prabowo awalnya berambisi menaikkan rasio penerimaan negara hingga 23% dari PDB.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, sejalan dengan target rasio penerimaan negara sebesar 23% dari PDB, pemerintah ingin tax ratio bisa mencapai 18,5% PDB.

Namun, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2025 – 2029, pemerintah menargetkan rasio penerimaan negara sekitar 13,75% hingga 18% dari PDB. Sedangkan tax ratio di targetkan hanya sekitar 11,52% hingga 15% dari PDB.

“Artinya, pemerintah sendiri melihat 18,5% adalah angka yang tidak realistis, sehingga maksimal hanya 15%,’ujar Wijayanto, Jumat (21/3).

Meski begitu, ia masih pesimistis dengan target yang dipasang pemerintah dalam RPJMN tersebut. Dengan perkembangan penerimaan pajak pada dua bulan pertama tahun ini yang terkontrksi hingga 30% secara tahunan

Wijayanto meramal tax ratio tahun ini belum bergerak signifikan.

“Kemungkinan tax ratio di bawah 2024 yang sebesar 10,22%, bahkan sangat mungkin di bawah 10%,” tambah Wijayanto.

Merurut dia, pemerintah perlu bekerja keras meningkatkan penerimaan pajak. Mulai dari perbaikan administrasi pajak (coretax), memberantas underground economy, hingga memperbaiki iklim bisnis.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi juga menilai, pemerintah perlu bergerak cepat, cerdas dan konsisten untuk bisa mengejar tingginya target penerimaan negara. Utamanya, dari perluasan basis pajak di sektor digital. Sebab itu perlu integrasi data lembaga, seperti Ditjen Pajak, perbankan, BPJS dan pemerintah daerah.

Selain itu, pemerintah perlu meninjau ulang berbagai insentif pajak yang selama ini dinilai kurang efektif. Menurut Syafruddin, belanja perpajakan yang tidak memberikan efek pengganda signifikan harus dikurangi dan dialihkan untuk memperkuat penerimaan struktural.silan (PPh) orang pribadi dari kelompok berpenghasilan tinggi bisa menjadi langkah moderat dan adil secara maksimal,” tambah dia.

Terakhir, Syafruddin menegaskan, membangun kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan menjadi kunci utama dalam meningkatkan penerimaan negara.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only