Lampu Kuning Rasio Perpajakan Indonesia

Rasio perpajakan alias tax ratio Indonesia pada tahun ini diperkirakan 10,03%

Penurunan rasio perpajakan alias tax ratio Indonesia diperkirakan berlanjut pada tahun ini. Jika hal tersebut terjadi, Indonesia bakal mencatat tren penurunan tax ratio selama tiga tahun berturut-turut. Kondisi ini menjadi alarm bagi kesehatan fiskal jangka menengah dan panjang.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemkeu), tax ratio Indonesia tercatat sebesar 10,38% pada 2022, turun menjadi 10,31% pada 2023. Tahun 2024 kembali melemah menjadi 10,08%. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan tax ratio 2025 lebih rendah lagi, yakni hanya 10,03%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Rosmauli menjelaskan bahwa, penurunan tipis outlook tax ratio pada tahun 2025 menjadi 10,03%mencerminkan dinamika yang kompleks. Termasuk proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi, sementara penerimaan perpajakan diperkirakan tumbuh.

Ia bilang, fokus pemerintah saat ini adalah memastikan keberlanjutan konsolidasi fiskal sekaligus menjaga daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi.

Meski tax ratio 2025 diproyeksi sedikit lebih rendah secara persentase, namun dari sisi nominal, Rosmauli menjelaskan bahwa penerimaan pajak tetap tumbuh.

Melemahnya tax ratio lebih disebabkan oleh pelemahan ekonomi.

Dan kami optimistis bahwa dengan reformasi yang konsisten, tax ratio Indonesia dapat meningkat secara berkelanjutan dalam jangka menengah,” ujar Rosmauli kepada KONTAN, Minggu (6/7).

Rosmauli menambahkan bahwa pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan tax ratio. Pertama, perluasan basis pajak melalui optimalisasi penggunaan data dan pemanfaatan teknologi informasi dalam kerangka pembarua sistem inti administrasi perpajakan (Coretax).

Kedua, peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak, lewat edukasi, layanan yang mudah diakses, dan pendekatan berbasis kemitraan.

Ketiga, penegakan hukum yang adil dan terukur, agar tercipta kesetaraan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Keempat, koordinasi intensif dengan instansi lain, baik dalam pertukaran data maupun pengawasan.

Perbaikan basis Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mjuga memperkirakan tax ratio Indonesia pada 2025 akan mengalami penurunan. Begitu pula dengan realisasi penerimaan pajak terhadap target yang juga akan lebih rendah dibandingkan tahun lalu

“Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu,” ujar Fajry kepada KONTAN, Minggu (7/6).

Seperti tren tahun sebelumnya, jika pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibanding tahun lalu maka rasio pertumbuhan penerimaan pajak terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) alias tax buoyancy akan menurun. Saat tax buoyancy turun, tax ratio juga turun.

“Seperti kita ketahui, pasca tarif resiprokal, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia direvisi dari 5,1% menjadi 4,7%. Jadi melemahnya tax ratio lebih dikarenakan pelemahan ekonomi,” katanya.

Untuk meningkatkan taxratio, Fajry mendorong pemerintah mengedepankan ekstensifikasi dan memanfaatkan data pihak ketiga. Selain itu, dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, masih ada beberapa instrumen yang dapat diimplementasikan.

Dalam jangka menengah, perlu reformasi regulasi dan kebijakan yang berkelanjutan. Sementara dalam jangka panjang, diperlukan perbaikan basis pajak Indonesia.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, untuk meningkatkan tax ratio di tahun 2025, pemerintah mengejar kepatuhan para wajib pajak di sektor sumber daya alam.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only