Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mengkhawatirkan penyelenggara marketplace berisiko kehilangan seller atau merchant seiring dengan diterapkannya pemungutan PPh Pasal 22.
Sekretaris Jenderal idEA Budi Primawan mengatakan pedagang online bisa beralih social commerce, seperti fitur belanja di Instagram dan Facebook. Pedagang bahkan bisa memilih berjualan melalui aplikasi WhatsApp.
“Bisa saya sampaikan mungkin ada risko kehilangan seller kita. [Menurut mereka] daripada kena pajak di e-commerce, mending jualan di social commerce atau jual lewat WhatsApp,” katanya, dikutip pada Minggu (3/8/2025).
Saat ini, lanjut Budi, kanal jual beli online tidak lagi terbatas pada marketplace saja. Seiring dengan banyaknya persaingan antarplatform, dia menilai pemasukan bagi marketplace pun menjadi lebih mudah tergerus.
Untuk memitigasi risiko sekaligus menyiapkan sistem marketplace dalam memenuhi kewajiban untuk memungut pajak, sambungnya, idEA meminta pemerintah memberikan insentif, baik fiskal maupun nonfiskal.
“Insentif itu banyak jenisnya, baik fiskal maupun non fiskal. Kami terbuka untuk insentif apa saja dan kita bisa diskusi dengan DJP atau pemerintah,” tuturnya.
Sebagai informasi, pemerintah akan menunjuk penyelenggara marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 dengan tarif 0,5% atas penghasilan yang diterima oleh pedagang online yang terdaftar dalam marketplace tersebut. Ketentuan ini diatur dalam PMK 37/2025.
Dengan kebijakan tersebut, Budi menuturkan seluruh penyedia marketplace membutuhkan waktu untuk menyiapkan aspek teknis. Contoh, infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk sistem pelaporan dan pemungutan PPh Pasal 22 hingga integrasi fitur escrow.
“Mungkin kami baru bisa memahami dan menerapkan dan menguji coba sistemnya dalam waktu sekitar 1 tahun lagi,” ujarnya. (rig)
Sumber : News.ddtc.co.id
Leave a Reply