Wah! DJP Makin Teliti Terima Pengajuan Restitusi, Pastikan Lokasi PKP

Mengantisipasi terjadinya lonjakan pengembalian pendahuluan atau restitusi dipercepat oleh wajib pajak, petugas pajak di daerah diinstruksikan agar lebih teliti dalam memprosesnya. Topik ini menjadi salah satu pembahasan media nasional pada hari ini, Selasa (5/8/2025).

Instruksi yang ditujukan kepada petugas pajak di daerah itu disampaikan oleh Dirjen Pajak Bimo Wijayanto. Penelitian yang lebih ketat diperlukan untuk memitigasi lonjakan restitusi yang bisa menekan penerimaan pajak pada tahun ini.

“Simpelnya adalah know your taxpayer. Saya minta teman-teman unit vertikal di KPP untuk betul-betul meyakini pengaju restitusi itu memang lokasi keberadaan usahanya dan usahanya memang valid,” ujar Bimo.

Bimo secara khusus menempatkan perhatian khusus atas restitusi dipercepat yang diajukan oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang berkedudukan di kantor virtual (virtual office).

Menurut Bimo, KPP perlu memastikan lokasi penanggung pajak dari PKP yang menggunakan kantor virtual sebagai tempat pengukuhan PKP.

“Harus benar-benar tahu penanggung pajaknya. Jadi owner dari bisnis itu seyogianya didatangkan ke KPP untuk konseling pengembalian pendahuluan,” ujar Bimo.

Tak hanya itu, KPP diminta untuk meneliti kewajaran pajak masukan dan pajak keluaran serta kewajaran struktur biaya dari PKP yang mengajukan restitusi dipercepat. Kewajaran diukur melalui benchmarking dengan industri yang sejenis.

“Jadi cost of goods sold (COGS) teman-teman di lapangan mesti meyakini COGS yang wajar, apa yang diklaim. Kemudian, matching antara pajak masukan dan pajak keluaran juga mesti wajar,” ujar Bimo.

Selain informasi mengenai pengetatan pengajuan restitusi di atas, ada pula bahasan lain mengenai ketentuan terbaru pemajakan atas emas, persiapan penunjukan platform e-commerce untuk memungut pajak, hingga potensi filantropi yang perlu dukungan insentif pajak.

Kantor Virtual untuk Pengukuhan PKP

Menyambung informasi soal restitusi, perlu dipahami juga bahwa DJP resmi memperketat penggunaan kantor virtual sebagai tempat pengukuhan PKP. Kini, kantor virtual bisa digunakan sebagai tempat pengukuhan PKP hanya oleh 2 pihak.

Pertama, pengusaha badan yang berkedudukan di kantor virtual dan hanya memiliki 1 tempat kegiatan usaha di kantor virtual tersebut. Kedua, pengusaha badan yang memiliki tempat kedudukan di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB).

Selain itu, bagi pengusaha badan yang berkedudukan di kantor virtual dan hanya memiliki 1 tempat kegiatan usaha di kantor virtual, terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi. Lebih lanjut, juga terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha badan yang berkedudukan di KPBPB. (DDTCNews)

Beli Emas Tak Dipungut PPh Pasal 22

Ditjen Pajak (DJP) menegaskan masyarakat selaku konsumen akhir tidak dipungut pajak PPh Pasal 22 ketika membeli emas batangan maupun perhiasan.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan konsumen akhir mendapatkan pengecualian pemungutan PPh Pasal 22.

Yoga mencontohkan pabrikan, pedagang, dan bank bulion selaku penjual emas biasanya memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual. Namun, masyarakat selaku konsumen akhir yang membeli emas dari tidak dipungut PPh alias dikecualikan. (DDTCNews)

Persiapan 2 Bulan untuk Pajak Marketplace

DJP meyakini penyedia marketplace dalam negeri hanya membutuhkan waktu 1 – 2 bulan saja untuk melakukan persiapan sebelum ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang online.

Hestu Yoga Saksama mengeklaim penyedia marketplace dalam negeri tidak membutuhkan waktu terlalu lama hingga satu tahun untuk beradaptasi dan melakukan persiapan.

Yoga menjelaskan kondisi saat ini sama seperti pola penunjukan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPN pada 2020. Kala itu, pelaku PMSE mempersiapkan diri dalam waktu yang singkat, hanya 1–2 bulan. (DDTCNews)

Shopee Tokopedia Cs Bakal Temui Dirjen Pajak

Perwakilan Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) dan penyelenggara marketplace dalam negeri seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli, berencana melakukan audiensi dengan dirjen pajak.

Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal idEA Budi Primawan. Dia mengatakan penyedia marketplace dan asosiasi sama-sama ingin mendiskusikan tanggung jawab dan peran mereka dalam implementasi PMK 37/2025.

“Kami mau ketemu Dirjen Pajak lagi besok, untuk mendapat penjelasan lebih jelas tentang peraturan tersebut [PMK 37/2025]. Saya mendampingi 4 marketplace, Shopee, Tokopedia, Lazada dan Blibli, mereka yang akan maju, sama kepala bidang pajak lah,” katanya. (DDTCNews)

Filantropi Butuh Insentif Pajak

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas memperkirakan potensi dana filantropi nasional dapat mencapai Rp649,5 triliun hingga Rp665,5 triliun per tahun. Namun, untuk mengoptimalkan potensi tersebut, para pelaku filantropi memerlukan dukungan dalam bentuk insentif perpajakan.

Ketua Badan Pengurus Filantropi Indonesia, Rizal Algamar, menyebut Indonesia memiliki kekuatan sosial yang besar dalam budaya memberi. Hanya saja, potensi itu belum tergarap maksimal karena insentif fiskal yang ada dinilai belum cukup menarik.

“Kalau kegiatan filantropi seperti donasi, zakat, atau wakaf didukung oleh skema insentif pajak yang jelas dan progresif, saya yakin potensi yang sekarang diperkirakan Rp600 triliun lebih bisa jauh meningkat,” kata Rizal usai membuka Filantropi Festival 2025.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only