Penerimaan Pajak Baru Capai 45,51% Target, Tantangan Berat Menanti di Sisa Tahun

Hingga 11 Agustus 2025, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 996,5 triliun atau 45,51% dari target tahunan sebesar Rp 2.189,3 triliun. Angka ini turun 16,72% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jawa Barat III, Waluyo, menyatakan sisa waktu empat bulan menjadi tantangan berat bagi pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak, terutama di tengah perlambatan ekonomi global dan tekanan harga komoditas. 

“Belanjanya sudah harus dilakukan, sementara penerimaan baru 45,51%,” ujarnya dalam diskusi daring, Selasa (13/8).

Untuk mendorong penerimaan, pemerintah menerbitkan sejumlah regulasi pajak baru pada paruh kedua 2025. Kebijakan tersebut mencakup pajak atas aset kripto, pajak transaksi emas melalui bank bullion, dan penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak.

Namun, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai kebijakan ini tidak akan memberikan lonjakan signifikan terhadap penerimaan negara. 

Menurutnya, PPh dari kripto maupun bank bullion hanya memberi tambahan terbatas.

Sementara itu, penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak lebih berfungsi untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha yang sebelumnya belum patuh, bukan menambah beban pajak.

Fajry juga menilai target penerimaan pajak 2025 terlalu ambisius karena sebelumnya bergantung pada rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

Pemerintah akhirnya hanya menaikkan PPN untuk barang mewah, sehingga potensi penerimaan dari kebijakan tersebut tidak sebesar yang diasumsikan.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat, juga memandang tiga kebijakan pajak baru tersebut terlalu kecil untuk menutup selisih penerimaan dengan target APBN. 

Ia memperkirakan realisasi penerimaan pajak tahun ini hanya akan mencapai Rp 2.077,0 triliun–Rp 2.077,5 triliun, atau sekitar 95% dari target.

Menurut Ariawan, persoalan utama terletak pada waktu pelaksanaan dan cakupan kebijakan. PPh 22 untuk marketplace baru berlaku pertengahan tahun dan menyasar segmen omzet tertentu, sehingga dampaknya tahun ini lebih banyak pada kepatuhan, bukan perluasan basis pajak. 

Aturan pajak kripto yang efektif berlaku 1 Agustus 2025 juga bergantung pada penunjukan penyelenggara PMSE luar negeri dan kepatuhan wajib pajak.

Sementara itu, PPh 22 emas bullion yang berlaku mulai 1 Agustus 2025 memberikan kepastian perlakuan pajak (equal treatment) tetapi basis pungutannya terbatas, dengan tarif 0,25% sehingga penyerapan awalnya kecil. 

Berdasarkan hitungan Ariawan, tambahan penerimaan dari ketiga kebijakan tersebut pada Agustus–Desember 2025 hanya berkisar Rp 0,14 triliun–Rp 0,62 triliun.

“Bahkan pada skenario paling optimistis, tambahan ini belum cukup signifikan untuk menutup gap penerimaan,” ujarnya. Ia juga mengingatkan faktor eksternal seperti potensi restitusi tinggi, harga komoditas yang moderat, serta batalnya kenaikan PPN menjadi 12% yang mengurangi proyeksi penerimaan pajak 2025.

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only