Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan penerimaan negara dari pajak penghasilan (PPh) meningkat pada 2026, setelah diperkirakan akan terkontraksi 1 persen pada 2025.
Mengutip Buku II Nota Keuangan bersama RAPBN 2026, pemerintah merencanakan target penerimaan PPh mencapai Rp 1.209,4 triliun pada 2026.
Penerimaan PPh tersebut terdiri dari PPh non-migas sebesar Rp 1.154,12 triliun dan PPh migas sebesar Rp 55,2 triliun.
“Total penerimaan PPh mencapai Rp 1.209.363,4 miliar,” tulis pemerintah dalam buku tersebut, dikutip Selasa (19/8/2025).
Untuk diketahui, target penerimaan PPh ini meningkat 15 persen dari outlook 2025 sebesar Rp 1.051,7 triliun yang terdiri dari penerimaan PPh non-migas Rp 997,5 triliun dan PPh migas Rp 54,1 triliun.
Pemerintah optimistis target penerimaan PPh tahun depan akan meningkat dengan memperhitungkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4 persen serta mengoptimalisasi kebijakan teknis perpajakan seperti kegiatan joint program.
Selain itu, pemerintah juga akan meningkatkan efektivitas pengawasan pemungutan PPh, utamanya kepada wajib pajak grup dan wajib pajak kaya (high wealth individual/HWI).
Untuk diketahui, tren penerimaan PPh sejak 2023 terus mengalami penurunan, setelah meningkat pesat pada 2022 sebesar Rp 998,2 triliun atau tumbuh 43,3 persen.
Lalu pada 2023 mengalami penurunan pertumbuhan jadi Rp 1.061,2 triliun atau tumbuh 6,3 persen. Tren pertumbuhannya terus turun ke 0,1 persen di 2024 dan minus 1 persen pada outlook 2025.
Pada tahun 2025 outlook penerimaan PPh Nonmigas diperkirakan terkontraksi 1 persen karena terdampak implementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER), penurunan profitabilitas usaha di sektor komoditas, dan penerimaan yang masih tercatat pada deposit di komponen pajak lainnya.
Secara keseluruhan, penerimaan pajak pada 2026 direncanakan sebesar Rp 2.357,71 triliun atau tumbuh 13,5 persen dari outlook penerimaan pajak 2025 yang sebesar Rp 2.076,9 triliun.
Meski target meningkat, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tidak akan ada pengenaan tarif atau jenis pajak baru pada tahun depan. Kebijakan perpajakan akan mengikuti UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan peraturan yang sudah ada.
“Apakah kita punya pajak atau tarif baru? Kita tidak. Tapi lebih kepada reform internal. Pertama, coretax dan pertukaran data akan diinsentifkan,” ucapnya saat Konferensi Pers Nota Keuangan dan RAPBN 2026 di Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (18/8/2025).
Sumber : kompas.com
Leave a Reply