Potensi Pajak Shadow Economy Rp 20 T

Pemerintah melihat ruang besar untuk meningkatkan penerimaan pajak dari shadow economy, khususnya empat sektor utama yang minim pengawasan. Mereka diantaranya: perdagangan eceran, akomodasi dan makanan-minuman, perikanan, serta emas.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah mematok penerimaan pajak Rp 2.357,7 triliun. Tumbuh 7,69% dari target APBN 2025 dan naik 13,5% dibanding outlook 2025, jelas tak mudah. Lantaran, per semester 1-2025, penerimaan pajak masih terkontraksi 7% secara tahunan.

Dari hitungan Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat, potensi tambahan dari empat sektor itu mencapai Rp 20,98 triliun per tahun. Itu pun dengan catatan, jika sebagian aktivitas shadow economy itu berhasil masuk sistem perpajakan.

Dia bilang, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 2024 atas dasar harga berlaku (ADHB) Rp 22,14 kuadriliun. Namun, rasio pajak Indonesia stagnan di level 12% PDB pada 2023, lebih rendah dibandingkan rerata negara Asia-Pasifik. “Artinya, ruang intensifikasi kepatuhan, khususnya pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan berbasis konsumsi atau UMKM, masih tinggi,” terang Ariawan, Selasa (19/8).

Pertama, sektor perdagangan eceran, yang menyumbang 13,07% PDB 2024 atau setara dengan gross value added (GVA) Rp 2.894 triliun. Namun karena 58,25% pekerjanya masih di sektor informal, didominasi usaha warung, kios, serta pedagang kaki lima, aktivitas perdagangan ini masih banyak luput dari pajak.

Jika 10% dari GVA sektor ini masuk ke basis pajak, potensi tambahan penerimaan dari PPN dan PPh diperkirakan mencapai Rp 14,18 triliun.

Kedua, sektor makanan dan minuman yang berkontribusi 2,6% PDB 2024. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, omzet usaha makanan dan minuman tahun 2023 Rp 998,37 triliun, sebagian besar didominasi UMKM. Dengan asumsi 10% dari aktivitas yang belum tercatat dipajaki, potensinya Rp 2,45 triliun.

Ketiga, perdagangan emas. Ariawan bilang, melalui kebijakan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51/2025 yang memperkenalkan bank bullion dan skema PPh 0,25%, pemerintah berharap aktivitas emas dapat lebih masuk sistem. Hitungannya, potensi tambahan penerimaan dari sektor ini Rp 1,35 triliun-Rp 1,90 triliun per tahun.

Keempat, sektor perikanan, yang menyumbang Rp 562 triliun atau 2,54% PDB di 2024. Namun, lemahnya digitalisasi rantai dingin, minimnya pelabuhan pendaratan ikan yang terintegrasi, dan masih maraknya illegal fishing, menyebabkan potensi pajak banyak hilang. Jika 10% dari nilai tambah sektor ini dipajaki, Ariawan menghitung ada duit masuk hingga Rp 0,28 triliun.

Sumber : Harian Kontan, 21 Agustus, 2025. Hal 2.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only