Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui target penerimaan pajak pada 2026 yang naik 13,6% menjadi Rp 2,357,7 triliun cukup menantang. Untuk itu, pemerintah akan memanfaatkan Coretax, menyinergikan pertukaran data dengan kementerian/lembaga (K/L) serta memungut pajak transaksi digital dalam dan luar negeri.
Pemerintah juga mengerek target penerimaan pajak penghasilan (PPh) tahun depan sebesar 15% jadi Rp 1.209,3 triliun dari tahun 2025 sebesar Rp 1.051,7 triliun. Target PPh ini berasal dari PPh non migas Rp 1.154,12 triliun dan PPh migas Rp 65,2 triliun. Untuk mengejar target tersebut, pemerintah akan meningkatkan efektivitas pengawasan, dengan fokus kepada Wajib Pajak Grup dan High Wealth Individual (HWI)
Meski begitu, Sri Mulyani memastikan pemerintah akan melanjutkan pemberian insentif fiskal berupa pajak pertambahan nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor perumahan di 2026. la menjelaskan, alokasi pagu insentif PPN DTP untuk pembelian rumah Rp 3,4 triliun.
Dengari pagu tersebut, di targetkan akan ada 40.000 unit rumah komersial yang memanfaatkan PPN DTP. Menurut Sri, insentif ini merupakan keberpihakan kepada masyarakat kelas menengah.
“Tujuannya untuk menstimulasi seluruh segmen rumah. Yang paling bawah jelas diberikan banyak sekali pemihakan bantuan, bahkan bantuan secara cash untuk upgrade, namun untuk kelompok menengah dalam bentuk PPN DTP,” ujar Sri, Kamis (21/8).
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, langkah pemerintah yang mengarahkan pengawasan pajak pada korporasi grup (konglomerasi) dan kelompok super kaya merupakan kebijakan yang patut diapresiasi. Menurut dia, fokus tersebut lebih adil dibandingkan membebani kelompok menengah dan bawah.
Fajri juga menyoroti rencana pemerintah sejak 2024 untuk menggabungkan WP grup ke dalam satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Jika benar terealisasi, kebijakan ini akan memudahkan dalam pengawasan. Namun, Fajry mempertanyakan target penerimaan PPh tahun 2026 yang perlu tambahan Rp 157,7 triliun.
Jika dua pertiga kontribusinya berasal dari PPh Badan, peluang tercapai bisa saja terbuka, dengan catatan kondisi ekonomi seperti tahun 2022. “Ketika itu, ekonomi kita tumbuh 5,31% dan, ada booming komoditas, yang mana membuka ruang bagi aparat pajak melakukan dinamisasi untuk meningkatkan angsuran PPh 25, kata Pajry.
Tapi jika pertumbuhan ekonomi hanya 5% atau lebih rendah, akan sangat berat untuk mencapai target tersebut, meski mengandalkan HWI.
Sumber : Harian Kontan, Jum’at 22 Agustus 2025, Hal 2.
Leave a Reply