UNTUK menjaga keberlanjutan usaha, perusahaan dituntut cermat dalam pemilihan sumber pendanaan. Salah satu strategi yang kerap dimanfaatkan adalah pendanaan yang dilakukan dengan perusahaan afiliasi atau biasa disebut dengan pendanaan intragrup.
Skema yang umum digunakan adalah pinjaman, baik dari anak perusahaan kepada perusahaan induk maupun sebaliknya. Skema ini kerap dipilih sebagai alternatif dalam pendanaan suatu perusahaan karena dinilai lebih hemat biaya dan fleksibel.
Namun, transaksi pinjaman intragrup ternyata menyimpan risiko terkait dengan transfer pricing yang perlu dicermati. Pertama, adanya potensi reklasifikasi transaksi pinjaman menjadi transaksi penyertaan modal. Hal ini terutama jika substansi ekonomi transaksi tidak mencerminkan sebuah pinjaman yang murni.
Kedua, adanya potensi koreksi karena proporsi pinjaman dan tingkat suku bunga yang tidak wajar. Misal, jumlah pinjaman yang jauh lebih besar dibandingkan dengan modalnya (thin capitalization) sehingga perusahaan dapat membebankan biaya bunga untuk memperkecil besaran penghasilan kena pajak.
Atas kedua risiko tersebut, ada potensi koreksi dari otoritas karena ada indikasi motivasi untuk mendapatkan keuntungan pajak, bahkan penghindaran pajak. Alhasil, wajib pajak juga perlu memahami aspek transfer pricing transaksi keuangan intragrup dengan tepat.
Terlebih, isu transfer pricing masih menjadi sorotan dalam pengawasan dan pemeriksaan pajak. Pengawasan terhadap wajib pajak grup dan transaksi afiliasi juga masih menjadi prioritas otoritas pajak. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari adanya kenaikan nilai transaksi intragrup.
Sumber : News.ddtc.co.id
Leave a Reply