Menanti Terobosan Fiskal yang Berkeadilan dari Menkeu Baru

Pemberitaan mengenai perombakan Kabinet Merah Putih sontak mewarnai berbagai headline media massa pada hari ini, Selasa (9/9/2025).

Kemarin, Presiden Prabowo Subianto melantik beberapa menteri baru. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa adalah salah satunya. Dia menggantikan Sri Mulyani yang secara nonsetop menjabat menkeu sejak era Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2016 lalu.

Beberapa media nasional menaruh topik ini di halaman depan mereka. Harian Kompas misalnya, menuliskan bahwa pergantian menkeu menjadi pertaruhan bagi pemerintahan Prabowo dan perekonomian nasional. Publik menantikan kebijakan fiskal Purbaya yang berkeadilan, berpihak pada seluruh pelaku ekonomi.

Dalam momen selepas pelantikannya, Purbaya sempat menyampaikan bahwa Presiden Prabowo memintanya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik dan menyejahterakan rakyat semaksimal mungkin. Pemerintah melalui program-programnya tidak boleh gagal menyejahterakan rakyat.

Koran Kontan juga menempatkan topik reshuffle kabinet di halaman depannya. Pergantian menkeu disebut memunculkan respons negatif dari pasar. Hal ini tecermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melemah 1,28% ke level 7.766,84 pada Senin (8/9/2025).

Hal itu tidak mengherankan karena Sri Mulyani selama ini memang menjadi simbol kredibilitas fiskal Indonesia di mata investor. Karenanya, Purbaya mengemban pekerjaan rumah yang tidak sederhana, terutama mengembalikan kepercayaan publik.

Menanggapi sentimen pasar, Purbaya menjawab dengan cukup tenang. Dia mengatakan sudah memiliki pengalaman yang mumpuni di pemerintahan, termausk tentang pengelolaan fiskal.

Merespons IHSG yang anjlok, orang dekat Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan ini mengaku mengenal pasar modal karena pengalamannya sejak 2000. Kunci mengembalikan kepercayaan publik, menurut Purbaya, adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Harian Bisnis Indonesia mengutip pernyataan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengenai harapannya agar menkeu baru bisa menjaga kesinambungan kebijakan yang sudah berjalan selama ini.

“Juga menghadirkan langkah adaptif untuk menjawab tantangan ke depan, seperti menjaga ruang fiskal, memperkuat daya beli, dan menopang pertumbuhan sektor riil,” kata Shinta.

Selain topik di atas, ada beberapa bahasan yang juga diulas oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, beban cukai yang dituding sebagai penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda pabrik rokok, hingga pernyataan Purbaya Yudhi mengenai pembentukan badan penerimaan negara (BPN).

Purbaya Yudhi: Suka-Suka Saya

Purbaya Yudhi Sadewa memberikan tanggapan mengenai wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang dikabarkan beroperasi langsung di bawah presiden.

Sebagai menkeu baru, Purbaya mengatakan belum ada instruksi khusus dari Presiden Prabowo Subianto terkait dengan pembentukan BPN. Bahkan, dia mengeklaim Prabowo memberikan keleluasaan kepadanya selaku bendahara untuk mengelola keuangan negara.

“Belum ada [instruksi soal pembentukan BPN]. Kayaknya suka-suka saya. Saya tanya ‘Gimana, Pak, boleh enggak saya obrak-abrik?’ Karena saya baru, saya enggak tahu presiden kode boleh atau tidak,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan. (DDTCNews)

Tax Ratio Sulit Diubah Instan

Purbaya juga menyoroti kinerja rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia yang bergerak konstan, dan tidak mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Hal itu disampaikan Purbaya seusai dilantik sebagai menkeu. Menurut Purbaya, salah satu upaya mendongkrak angka tax ratio ialah dengan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Tax ratio kan konstan, tax per PDB. Let’s say enggak bisa kita ubah dalam waktu dekat, untuk meningkatkan tax ratio ya kita percepat pertumbuhan ekonominya,” katanya. (DDTCNews)

Pengusaha Apresiasi Tidak Ada Pajak Baru

Pelaku usaha menyambut positif komitmen Kementerian Keuangan yang memastikan tidak ada penerapan pajak baru ataupun kenaikan tarif pajak pada 2026. Peningkatan penerimaan akan difokuskan pada perbaikan kepatuhan pajak.

Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan keberpihakan dan kepastian kebijakan pajak adalah 2 faktor yang dibutuhkan untuk menjaga iklim investasi, stabilitas usaha, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Dengan fokus pada optimalisasi pemungutan pajak melalui peningkatan kepatuhan dan perbaikan mekanisme kepatuhan, Apindo menilai langkah ini lebih tepat dibanding menambah beban dunia usaha dan masyarakat dengan pajak baru maupun kenaikan tarif pajak yang sudah ada,” ujar Shinta. (DDTCNews)

Pengusaha Minta Cukai Baru Ditunda

Pelaku usaha meminta pemerintah untuk tidak menerapkan kebijakan cukai baru, seperti cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), dalam waktu dekat.

Shinta W. Kamdani mengatakan pengenaan cukai baru memang akan mengerek penerimaan negara. Namun, dia khawatir kebijakan itu justru akan membebani industri padat karya, seperti pabrik makanan dan minuman.

“Jika kebijakan kenaikan maupun penerapan cukai baru dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil industri padat karya, maka risiko pelemahan daya saing dan tergerusnya kesempatan kerja akan semakin besar,” ujarnya dalam keterangan resmi. (DDTCNews)

Beban Cukai Jadi Penyebab PHK Pabrik Rokok

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) membenarkan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh pabrik rokok PT Gudang Garam Tbk.

Presiden KSPI Said Iqbal berpandangan ada faktor eksternal dan internal perusahaan yang memengaruhi kinerja produsen rokok tersebut. Menurutnya, salah satunya ialah cukai rokok yang tinggi sehingga margin untuk pembayaran pekerja dan meraup profit makin tipis.

“Selain karena daya beli masyarakat menurun, cukai rokok itu termasuk tinggi walaupun tidak ada kenaikan [tarif cukai hasil tembakau]. Cukai rokok terlalu mahal sehingga membuat beban buat perusahaan,” ujarnya.

Sumber : ddtc.do.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only