Soal Kepastian Penerapan GMT, Ini Penjelasan Kemenko Perekonomian

Pemerintah tengah mematangkan waktu penerapan pajak minimum global (global minimum tax/GMT) dalam merespons dinamika global saat ini. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (10/9/2025).

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan regulasi pajak minimum global memang sudah terbit melalui PMK 136/2024. Namun, Kemenko Perekonomian kembali mengajak Kementerian Keuangan berdiskusi mengenai waktu implementasinya.

“Terkait dengan GMT, kita sedang diskusi dengan Kemenkeu, karena sudah ada PMK-nya. Cuma kan sama dengan negara lain, pemberlakuannya masih kita pertimbangkan lagi,” katanya.

Susiwijono menuturkan penerapan pajak minimum global akan berefek pada kebijakan insentif pajak yang selama ini berlaku. Sebab, Indonesia sebagai negara berkembang turut mengandalkan insentif pajak untuk menarik investasi.

Selain itu, keengganan AS untuk mengadopsi dan menerapkan pajak minimum global membuat banyak negara lain yang berancang-ancang untuk mengikuti negara adidaya tersebut. Beberapa negara bahkan dilaporkan menunda penerapan pajak minimum global.

Menurutnya, posisi Indonesia juga sama seperti negara-negara lain yang belum menerapkan kebijakan pajak minimum global.

“Negara-negara lain juga belum [menerapkan GMT],” ungkap Susiwijono.

Ketentuan pajak minimum global dirancang untuk memastikan perusahaan multinasional besar membayar pajak pada tingkat minimum di tiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi. Kebijakan ini juga bertujuan mengurangi upaya pengalihan laba dan membatasi kompetisi menawarkan tarif pajak yang rendah (race to the bottom).

Pajak minimum global berlaku bagi grup perusahaan multinasional dengan pendapatan minimal €750 juta setidaknya dalam 2 dari 4 tahun pajak sebelum tahun pajak pengenaan pajak minimum global.

Bila entitas konstituen dari grup perusahaan multinasional membayar pajak dengan tarif efektif kurang dari 15%, entitas tersebut bakal dikenai pajak tambahan sebesar selisih antara tarif efektif dan tarif minimum 15%.

Indonesia telah mengadopsi dan memberlakukan pajak minimum global sesuai dengan ketentuan GloBE melalui penetapan PMK 136/2024. Dengan terbitnya PMK tersebut, Indonesia akan memberlakukan income inclusion rule (IIR) dan qualified domestic top-up tax (QDMTT) mulai 2025, sedangkan undertaxed payment rule (UTPR) baru akan diterapkan tahun depan.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai pandangan menteri keuangan yang baru terhadap target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Ada juga bahasan soal dampak penetapan zona nilai tanah (ZNT) oleh BPN terhadap kenaikan PBB di beberapa daerah.

Di sisi lain, pemerintah juga tengah menyiapkan skema insentif baru seiring dengan diaturnya implementasi pajak minimum global di Indonesia berdasarkan PMK 136/2024.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan Indonesia akan mempertahankan sebagian insentif pajak yang selama ini berlaku sembari mendesain insentif baru yang sejalan dengan pajak minimum global.

Terdapat 3 insentif baru yang akan ditawarkan oleh pemerintah Pertama, cash subsidy untuk investasi pada sektor yang bersifat strategis. Kedua, refundable tax credit. Ketiga, nonrefundable tax credit. (DDTCNews)

Mayoritas Tanah Dikuasai 60 Keluarga, Anggota DPR Usul Naikkan Pajak

Komisi II DPR mendorong pemerintah untuk meningkatkan pajak atas pihak-pihak yang menguasai banyak tanah.

Berdasarkan catatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), mayoritas bidang tanah di Indonesia dikuasai oleh 60 keluarga saja.

“Dengan informasi itu negara mau melakukan apa? Kalau saya berpendapat, Kalau misalnya HGU, HTI, dan bahkan tambang ada PBB-nya, saya kira sudah saatnya karena yang memiliki itu-itu saja circle-nya. Saya kira, pajaknya harus dinaikkan betul, mereka sudah sangat kaya,” kata Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Deddy Sitorus. (DDTCNews)

Suntikan Investasi di Kawasan Ekonomi Khusus Capai Rp294 Triliun

Realisasi investasi di kawasan ekonomi khusus (KEK) secara kumulatif hingga Juni 2025 telah mencapai Rp294,4 triliun. Dari realisasi investasi tersebut, tenaga kerja yang terserap mencapai 187.376 orang.

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan suntikan modal untuk pembangunan KEK tersebar di 25 lokasi di seluruh wilayah Indonesia. Adapun lokasinya mencakup 7 KEK di Pulau Jawa dan 18 KEK di luar Jawa.

“Realisasi investasinya sekitar Rp294 triliun di 25 KAEK. Memang sebagian besar yang nilai investasinya paling besar adalah di KEK industri manufaktur atau pengolahan,” katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Ini Respons Menkeu Purbaya Soal Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berpandangan target pertumbuhan ekonomi yang dibidik Presiden Prabowo Subianto sebesar 8% tidak bisa dicapai secara instan.

Purbaya mengatakan langkah yang perlu digencarkan ialah mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Sebagai menkeu baru, dia akan mengoptimalkan instrumen fiskal untuk mengerek perekonomian.

“Bukan bakal dikejar 8%, kita akan kejar dan ciptakan pertumbuhan yang paling cepat, seoptimal mungkin. Kalau Anda bilang bisa atau enggak besok 8%? Kalau saya bilang bisa kan saya nipu, tapi kita bergerak ke arah sana [pertumbuhan ekonomi 8%],” ujarnya. (DDTCNews)

DPR Tuding Peta ZNT Picu Kenaikan PBB di Daerah

Komisi II DPR menyoroti dampak penetapan zona nilai tanah (ZNT) oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terhadap pajak bumi dan bangunan (PBB).

Anggota Komisi II DPR Taufan Pawe mengatakan penyesuaian nilai jual objek pajak (NJOP) berbasis ZNT telah memicu lonjakan ketetapan PBB sebesar 300% hingga 1.000% di berbagai daerah.

“Ini melahirkan permasalahan karena penyesuaian NJOP berdasarkan zona nilai tanah memicu lonjakan PBB. Kita tahu tidak sedikit gejolak sosial yang timbul di berbagai daerah sehingga melahirkan protes publik,” katanya. (DDTCNews)

Naikkan Pendapatan Negara, Menkeu Purbaya Tegaskan Tak Ada Pajak Baru

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut pemerintah tidak akan memberlakukan pajak baru guna meningkatkan penerimaan pajak.

Purbaya mengatakan pemerintah akan fokus meningkatkan penerimaan pajak dengan memanfaatkan sistem yang ada.

“Saya diskusi dulu ke teman-teman yang ada di Kementerian Keuangan. Cuma, menurut saya pribadi selama ini enggak usah,” katanya.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only