Rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) di era Presiden Prabowo Subianto semakin menguat. Pembentukan BPN masuk ke dalam RKP 2025, yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025.
Saat dikonfirmasi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku belum mengetahui rencana pembentukan BPN. “Itu (BPN) belum, itu belum saya sentuh,” ujar Purbaya, Selasa (16/9).
Untuk meningkatkan penerimaan Purbaya akan menggunakan instrumen ekstensifikasi, bukan intensifikasi yang selama ini dilakukan. Menurut dia, jika perekonomian tumbuh lebih cepat maka penerimaan pajak juga akan mengikuti.
Purbaya menghitung, jika ekonomi tumbuh sekitar 0,5%, maka penerimaan pajak yang bisa didapat mencapai Rp 100 triliun.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menegaskan, rencana pembentukan BPN tidak bisa dianggap sebagai solusi instan meningkatkan penerimaan negara maupun tax ratio. “Pembentukan BPN bukanlah silver bullet untuk meningkatkan penerimaan perpajakan,” kata Fajry, Selasa (16/9).
Fajry bilang, praktik diberbagai negara serta kajian akademik menunjukkan pembentukan SARA justru diragukan menjadi faktor penentu dalam mendongkrak tax ratio.
Agar pembentukan lembaga baru ini berhasil, ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi. Misalnya, BPN harus bebas dari pengaruh politik, menjaga disiplin fiskal dengan target penerimaan yang rasional, serta didukung kepercayaan publik yang kuat.
Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan menekankan, BPN bukanlah keharusan mutlak. Efektivitas lembaga baru tersebut sangat bergantung pada desain kelembagaan, mandat hukum, sumber daya manusia, serta fase transisi yang dijalankan pemerintah.
“Pembentukan badan baru ini bukan jaminan otomatis untuk peningkatan penerimaan. Banyak pekerjaan rumah besar yang mesti dikerjakan,” tegas Ariawan.
Sumber : Harian Kontan, Kamis 18 September 2025, Hal 2.
Leave a Reply