Regulasi Baru Kripto, Kepastian Fiskal di Era Ekonomi Digital

DUNIA kripto di Indonesia resmi memasuki babak baru. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Regulasi ini menggantikan aturan lama dan berlaku mulai 1 Agustus 2025, sekaligus menandai konsolidasi penuh atas tata cara pemajakan aset digital.

Meski lahir dari proses teknokratis, PMK ini sesungguhnya mencerminkan keberanian pemerintah untuk merombak tata kelola fiskal dengan pendekatan yang lebih adaptif terhadap ekonomi digital.

Salah satu langkah paling progresif dalam aturan ini adalah penghapusan PPN atas transaksi kripto.

Selama ini, kripto diposisikan sebagai barang kena pajak tidak berwujud, sehingga berpotensi dikenai PPN.

Hal ini menimbulkan distorsi karena aset digital diperlakukan berbeda dari instrumen keuangan lain seperti saham atau obligasi yang bebas PPN.

Dengan menghapus skema tersebut, pemerintah bukan sekadar menurunkan biaya transaksi, tetapi juga memperbaiki distorsi kebijakan yang berpotensi mendorong investor keluar negeri.

Secara analitis, kebijakan ini menciptakan keadilan horizontal dalam sistem perpajakan, di mana produk keuangan dengan fungsi serupa diperlakukan secara konsisten.

Penghapusan PPN juga memperlihatkan keberanian pemerintah untuk mengurangi friksi regulasi demi mendorong kepatuhan sukarela.

Investor kini tidak lagi terbebani oleh risiko “double taxation”, dan platform domestik memiliki posisi tawar yang lebih kuat untuk bersaing dengan bursa global.

Tidak hanya dari sisi konsumsi, pemerintah juga melakukan pembenahan dari sisi penghasilan.

PMK 50/2025 menghadirkan mekanisme baru berupa PPh final sebesar 0,21 persen dari nilai transaksi untuk perdagangan melalui platform lokal berizin.

Dengan skema ini, beban administrasi perpajakan menjadi jauh lebih sederhana karena pajak dipotong langsung oleh exchanger.

Model finalisasi pajak ini mencerminkan pemahaman mendalam terhadap karakteristik transaksi kripto yang berfrekuensi tinggi, bernilai variatif, dan melibatkan jutaan pelaku dengan kapasitas literasi pajak yang beragam.

Alih-alih menuntut perhitungan laba-rugi individual yang rumit, negara memilih jalur kepastian melalui tarif ringan dan mekanisme pemungutan di muka.

Dari perspektif fiskal, kebijakan ini memperluas basis pajak sekaligus menekan biaya kepatuhan, sehingga potensi penerimaan tetap terjaga tanpa menghambat dinamika pasar.

Lebih jauh lagi, PMK 50/2025 menciptakan insentif fiskal yang jelas untuk membangun ekosistem domestik.

Transaksi di platform lokal dikenai tarif 0,21 persen, sementara transaksi melalui exchanger asing ditetapkan lebih tinggi, yakni 1 persen.

Diferensiasi tarif ini bukan sekadar strategi pengumpulan pajak, tetapi sinyal politik fiskal bahwa pemerintah berpihak pada pertumbuhan industri kripto nasional.

Dengan perlakuan berbeda ini, level playing field yang sebelumnya timpang antara platform global dan lokal mulai diseimbangkan.

Platform domestik kini memiliki keunggulan kompetitif karena biaya transaksi lebih rendah, sementara investor memperoleh kepastian hukum yang lebih baik.

Di sisi lain, pemerintah tetap memberikan ruang bagi exchanger asing dengan mekanisme penunjukan resmi sebagai pemungut PPh, sehingga kerangka pengawasan tetap terjaga tanpa menutup diri dari integrasi pasar global.

Data pasar menunjukkan bahwa langkah ini hadir pada momentum yang tepat. Hingga Juni 2025, nilai transaksi kripto di Indonesia mencapai Rp 32,31 triliun, dengan jumlah investor menembus 15,85 juta.

Indonesia bahkan kini menempati peringkat ketiga dunia dalam Global Crypto Adoption Index 2024, melampaui Amerika Serikat dan Vietnam.

Angka ini menegaskan bahwa kripto telah menjadi fenomena finansial arus utama di Tanah Air. Tanpa regulasi yang jelas, arus transaksi sebesar ini berisiko berpindah ke luar negeri.

PMK 50/2025 menjawab kebutuhan mendesak tersebut dengan memberikan kepastian hukum, menutup celah penghindaran, dan sekaligus memperkuat daya saing Indonesia di kancah global.

Dari perspektif ekonomi makro, kebijakan ini akan berdampak signifikan pada tumbuhnya industri kripto nasional sekaligus memberikan kepastian hukum yang lebih kuat.

Dengan basis investor yang luas dan nilai transaksi yang terus meningkat, kripto berpotensi menjadi salah satu motor baru dalam mendorong inklusi keuangan dan memperdalam pasar modal digital.

Penghapusan PPN mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi pasar, sementara skema PPh final yang sederhana menambah kepastian penerimaan negara tanpa mengganggu dinamika investasi.

Dalam jangka menengah, regulasi ini dapat memperluas basis pajak, memperkuat stabilitas fiskal melalui penerimaan yang lebih berkelanjutan, serta mendukung aliran modal produktif ke dalam negeri.

Dengan kepastian regulasi, Indonesia juga berpotensi menarik lebih banyak investor institusional global, memperbesar cadangan devisa, dan mendorong kontribusi sektor digital terhadap pertumbuhan PDB secara konsisten.

Industri pun merespons positif. Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) menilai kebijakan ini membuktikan pemerintah memahami karakteristik unik aset digital dan serius menjadikan Indonesia lebih kompetitif secara global.

Dari sisi regulator keuangan, OJK menyebut kebijakan fiskal baru ini sebagai langkah strategis yang memperkuat daya saing industri domestik sekaligus mendorong ekosistem tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.

Analisis lebih jauh menunjukkan bahwa kombinasi penghapusan PPN dan penyederhanaan PPh final akan menurunkan biaya transaksi sekaligus meningkatkan kepastian hukum, sehingga volume perdagangan kripto di platform resmi domestik berpotensi melonjak.

Dengan semakin banyak transaksi tercatat di dalam negeri, industri kripto nasional dapat tumbuh lebih sehat, menarik investasi baru, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat ekonomi digital regional.

Pada akhirnya, PMK 50/2025 adalah bukti bahwa negara mampu hadir bukan hanya sebagai pemungut pajak, melainkan sebagai fasilitator pertumbuhan ekonomi digital.

Dengan menghapus PPN, menyederhanakan PPh, dan menata ulang insentif fiskal, pemerintah menciptakan keseimbangan baru antara kepentingan fiskal negara dan kebutuhan pelaku industri.

Di tengah derasnya arus transaksi puluhan triliun rupiah dan posisi Indonesia yang kini menjadi tiga besar dunia dalam adopsi kripto, kepastian fiskal adalah pondasi yang krusial.

Regulasi ini memberi pesan jelas: pajak bukan hambatan, melainkan katalis bagi perkembangan industri kripto yang sehat, legal, dan berdaya saing global.

Sumber : kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only