Kemenperin Ungkap Pemungutan Pajak Digital di Indonesia Masih Tidak Adil

Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Rizal menyoroti ketimpangan pajak yang dialami pelaku usaha digital dalam negeri dibandingkan perusahaan digital asing. 

Menurutnya, kondisi ini tidak hanya merugikan UMKM lokal, tetapi juga mengurangi potensi penerimaan negara.

Faisol menjelaskan, pelaku usaha dalam negeri yang beroperasi di platform digital wajib membayar pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% dari omzet bruto tahunan serta pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%. 

Kebijakan ini menyasar pedagang dengan omzet Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun. 

Sebaliknya, perusahaan digital asing hanya dikenakan PPN sebesar 11% tanpa kewajiban membayar PPh.

“Kondisi ini menciptakan ketimpangan dalam persaingan usaha antara pelaku usaha digital asing dan pelaku PMSE domestik,” ujar Faisol dalam acara Taxplore UI 2025, Kamis (2/10).

Ia menambahkan, ketimpangan fiskal serupa juga terjadi di sektor manufaktur. Produk impor kerap lebih murah secara pajak dibandingkan produk lokal yang melalui rantai produksi lengkap di dalam negeri. 

“Padahal industri lokal sudah menciptakan lapangan pekerjaan, mereka menerima bahan baku yang juga dari lokal, mereka mendirikan pabrik dan mereka mendayagunakan desainer lokal untuk membantu mereka. Tetapi beban fiskalnya biasanya lebih besar daripada produk yang diterima sebagai produk impor,” katanya.

Menurut Faisol, kebijakan perpajakan seharusnya tidak hanya berorientasi pada penerimaan negara, tetapi juga sebagai instrumen strategis mendukung pertumbuhan industri nasional. 

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only