Direktorat Jenderal Pajak mulai memanfaatkan akal imitasi untuk memetakan potensi penambahan pajak
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berupaya mengejar target penerimaan dengan memanfaatkan akal imitasi (AI). Dengan memanfaatkan teknologi, Ditjen Pajak berharap bisa mengoptimalkan pendapatan pajak, terutama dari sektor shadow economy.
Terbaru, Ditjen Pajak mengungkapkan ada potensi pajak tersembunyi senilai Rp 20 triliun dari sektor crude palm oil (CPO) di Sumatra Utara yang belum tergali secara optimal. Temuan ini berasal dari hasil ujicoba sistem deteksi kepatuhan berbasis Al yang dikembangkan Pemeriksa Pajak Madya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Karawang, Joko Ismuhadi.
Joko menjelaskan temuan tersebut dihasilkan melalui sistem bernama Artificial Intelligence Compliance Ecosystem (AICEco). Ini alat berbasis Al yang dirancang mendeteksi anomali dalam laporan keuangan wajib pajak.
AICEco memanfaatkan dua formula analitis, yakni mathematical accounting equation dan tax accounting equation, guna menghJoko menyebut, hasil pengujian tersebut menunjukkan sebagian besar perusahaan di sektor sawit memiliki profil risiko pajak tinggi. Dari 298 perusahaan CPO yang dianalisis, sekitar 71% masuk kategori berisiko sangat tinggi atau very high risk terhadap ketidakpatuhan pajak. Potensi pemajakannya mencapai Rp 20 triliun.
Masih dikaji
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto sebelumnya juga menyinggung peran Al dalam mengoptimalkan penerimaan pajak. Dengan melatih model AI berbasis data historis Surat Pemberitahuan (SPT) selama lima hingga 10 tahun terakhir, Ditjen Pajak dapat mengenali pola-pola yang tidak biasa atau menyimpang (irregula rities), yang bisa mengindikasikan potensi pelanggaran pajak.
Tapi, saat ditanya soal proyeksi potensi penerimaan pajak dari pendekatan ini, Bimo menyatakan masih akan dikaji lebih lanjut.
Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda menilai, Al bisa digunakan untuk mencari celah dan potensi yang selama ini tak tergali. “Tapi pajak dibayar atau tidak itu kembali ke Ditjen Pajak, apakah mampu untuk membuat mereka bayar pajak?” kata Huda, kemarin.
Huda mengusulkan pemanfaatan Al tidak hanya difokuskan pada sektor sawit, tapi juga ke sektor pertambangan. Pasalnya, setoran pajak dari sektor tambang dinilai masih minim, dengan tingkat kepatuhan yang juga masih rendah.
“Masih banyak tambang ilegal, atau dikategorikan bahan baku, maka lolos dari penerapan pajak. Saya rasa sektor pertambangan merupakan sektor potensial untuk menambal pajak,” imbuh Huda.
Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono mengatakan, teknologi Al di perpajakan juga bisa digunakan mengejar pajak di luar shadow economy. “Jika dilihat dari revenue gap yang signifikan dijelang akhir 2025 ini, penerapan teknologi diharapkan akan banyak membantu untuk memperkecil shortfall pajak,” kata Prianto.
Menurut Prianto, sektor bisnis yang dikelola oleh satu kelompok usaha juga bisa menjadi salah satu meningkatkan penerimaan pajak. “BUMN-BUMN yang mencatat laba moncer juga akan diminta untuk tambah setoran pajak di akhir tahun,” tutur dia.fokus utama pemerintah untuk
Sumber : Harian Kontan

WA only
Leave a Reply