Ditjen Pajak Tempuh Langkah Hukum Amankan Penerimaan Akhir Tahun

Realisasi penerimaan pajak masih jauh dari target. Sejumlah upaya dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan demi menutup defisit setoran negara.

Hingga akhir Oktober 2025, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 1.459,03 triliun, sekitar 66,64% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang sebesar 2.189,3 triliun. atau setara 70,2% dari outlook sebesar Rp 2.076,9 triliun.

Sejumlah kebijakan pun dilakukan. Salah satunya, menempuh upaya hukum melalui sandera atau paksa badan alias gijzeling. Belum lama ini, gijzeling dilakukan Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jawa Barat II terhadap MW, Komisaris sekaligus pemegang saham PT SI, lantaran memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 21,15 Miliar yang tak dilunasi sejak 2021.

Upaya tersebut menyusul langkah yang sama yang dilakukan Kanwil Ditjen Pajak Jawa Tengah I. Pada akhir November lalu, kanwil ini melakukan gijzeling terhadap wajib pajak berinisial SHB di Semarang yang menunggak PPh Pasal 25/29 orang pribadi sebesar Rp 25,47 miliar.

Di sisi lain, Kanwil Ditjen Pajak Bengkulu dan Lampung melakukan gelar perkara untuk membahas usulan tindakan pencegahan berpergian ke luar negeri terhadap sejumlah penaggung pajak yang memiliki tunggakan signifikan, yaitu dengan utang minimal Rp 100 juta yang dinilai tidak menunjukan itikad baik dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya.

Hingga 25 November 2025, Kanwil Ditjen Pajak Bengkulu dan Lampung telah mengajukan 10 usulan pencegahan, dengan total utang pajak sekitar Rp 15,64 miliar.

Upaya lainnya, yakni melarang pegawai pajak cuti akhir tahun. Larangan tersebut tertuang dalam Nota Dinas Nomor ND-338/PJ/PJ.01/2025, yang ditujukan ke seluruh pimpinan unit, mulai dari Sekretaris Ditjen Pajak, para direktur, kepala kantor wilayah, hingga unit pelaksana teknis.

Berikutnya, Ditjen Pajak juga mengincar pajak dari kelompok wajib pajak kaya alias high wealth individual (HW). Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, dirinya telah mengumpulkan HWI.

Ini dilakukan setelah otori tas menemukan banyak ketidaksesuaian antara laporan Surat Pemberitahuan (SPT) para wajib pajak berpenghasilan tinggi dengan berbagai data pembanding yang kini dimiliki Ditjen Pajak.

Ditjen Pajak juga membidik wajib pajak di sektor sawit. Ditjen Pajak sebelumnya mengumpulkan 200 pelaku usaha yang mewakili 137 wajib pajak strategis di sektor kelapa sawit akhir November lalu.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai, maraknya upaya gijzeling menunjukkan, Ditjen Pajak mulai menempuh langkah paling keras saat instrumen penagihan lain tak lagi memadai.

Langkah ini menjadi upaya mempercepat realisasi penerimaan, sekaligus memberikan sinyal bahwa negara tidak akan membiarkan piutang pajak berlarut-larut tanpa kepastian penyelesaian.

Namun dari sisi persepsi, langkah gijzeling bisa menimbulkan sentimen negatif juga.

“Penegakan yang terlalu menonjol bisa menimbulkan bayangan koersif dan berpotensi mengikis rasa aman wajib pajak yang selama ini patuh,” kata Rizal, Jumat (12/12).

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studeis (Celios) Bhima Yudhistira menambahkan, untuk menutup risiko defisit penerimaan pajak, otoritas tak bisa hanya mengandalkan penegakan aturan hingga tahan badan wajib pajak.

Harus diimbangi dengan mendorong pajak yang masih underreporting, terutama di sektor sumber daya alam, menahan implementasi insentif fiskal yang dirasa belum sesuai kebutuhan dan extra effort penagihan terhadap pelaku usaha sebelum tutup buku,” kata Bhima.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only