Siapkan Rambu agar Lokal Tak Tersapu

Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap tingginya impor baranglewat e-commerce. Regulasi khususpun kini disiapkan.

Gegap gempita Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2018 yang berlangsung 12 Desember (12/12) baru saja berlalu. Namun, di balik ingar bingar pesta belanja online tersebut mencuap kabar kurang sedap: produk impor masih mendominasi penjulan e-commerce.

Tidak tanggung-tanggung kabar tersebut datang langsung dari BankIndonesia (BI). Bank sentral memperkirakan, sekitar 90 % barang yang dijual di e-commerce merupakan produk impor,terutaa dari China.

Tentu tudingan tersebut bukan tanpa dasar. Menunjuk data Asosisasi e-commerce Indonesia (iDEA), sepanjang tahun 2017 lalu, hanya 6%-7% produk local yang mejeng di platform e-commerce dalam negeri.

Manajer Fitech Office BI Miftahul Choiri menyebut, mayoritas barang yang dijual toko-toko dalam jaringan (daring) alias online merupakan produk impor. Fenomena ini, ikut menjadi factor yang melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat belakangan ini. “Bagi BI concern-nya nilai tukar rupiah. Nah, di industri digital itu banyak produk impor yang membuat nilai tukr kita semngkin lemah,”kata Miftahul.

Tingginya impor barang via e-commerce, ikut andil pula memperlebar defisit neraca transaksi berjalan antara current account Indonesia. Pada kuartal III-2018 defisit neraca transaksi berjalan mencapai 3,37% dari produk domestik bruto (PDB). Nah, defisit inilah yang menjadi faktor utama penekanan rupiah dari sisi internal.

Miftahul menyarankan, supaya e-commerce tidak lagi berkontribusi pada pelemahan rupiah, maka pemerintah harus mendorong usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk berjualan di marketplace. Upaya mendorong UMKM go e-commerce itu harus dilakukan terus-menerus, sehingga produk UMKM bisa menjadi subtitusi produk impor.

Kementrian Perindustrian (Kemperin) juga mengakui, saat ini produk yang diperdagangkan oleh e-commerce mayoritas impor. Sementara porsi produk local masih sangat kecil.

Tahap Menghimbau

Kemperin menduga, selain kesulitan untuk bersaing dari sisi kualitas produk, pelaku usaha local masih kesulitan bersaing karena minin pengeahuan tentang penggunaan teknologi untuk berdagang internet. Nah, untuk megatasi persoalan itu, butuh dukungan dan kerjasama berbagi stakeholder di industri digital.

Karena itulah, “Kemperin trus bekerja sama dengan marketplace agar porsi penjualan produk lokal, terutama produk UMKM dapat meningkat,”kata Direktur Jendral Industri Kecil dan Menengah, Kementrian Perindustrian Gati Wibawaningsih.

Langkah serupa juga ditempuh Kementrian Perdaganagan (Kemdag) Tjahya Widayanti, Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan, mengklaim instansinya aktif menjalankan kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk pelaku e-commerce dan Asosiasi E-commerce Indonesia (iDEA) guna meningkatkan perdagangan produk lokal secara  daring.

Akan ada kewajiban pelaku e-commerce untuk menjual produk lokal.

Misalnya, bekerjasama memberikan edukasi dan pedampingan perdagangan daring bagi pelaku usaha lokal khususnya UMKM. Kemudian, kerjasama dalam penyelenggaraan Hari Belanja Online Nasional Edisi Produk Lokal yang diselenggarakan pada 11 Desember lalu. “Kami masih tetap menghimbau pelaku e-commerce untuk membantu mendukung progam pemerinah mendorong peningkatan perdagangan produk lokal,”beber Tjahya.

Upaya pemerintahan ini tidak sia-sia. Terbukti dalam pesata belanja online yang usai pekan lalu, pencapaian nilai produk lokal hamper mencapai setengah dari total transaksi Harbolnas 2018 yakni Rp 3,1 triliun. “Nilai itu melampaui target kami yang hanya Rp 1 triliun,” ujar Indra Indra Yonathan, Ketua Harbolnas 2018. “Harbolnas tahun ini, memang kami fokuskan untuk membantu meningkatkan daya jual produk lokal di platform e-commerce,” imbuhnya.

Pencapain itu saja tentu tidak cukup. Untuk mendorong kesinambungan produk lokal di e-commerce, pemeriintah menyiapkan beleid baru yang salah satunya mengatur kewajiban e-commerce menjual produk-produk lokal.

Rencana mewajibkan e-commerce menjual lebih banyak produk lokal ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Menurut Tjahya, pembahasan RPP PMSE telah selesai di tingkat antar-kementrian. “ Sekarang sudah di Sekertariat Negara untuk pengesahan,” ujarnya.

Sayangnya, ia belum mau merinci berapa persen wajib produk lokal yang akan diatur dalam beleid tersebut. Juga belum ada penjelasan produk impo jenis apa saja yang boleh dijual e-commerce.

Beleid Baru

Sementara Kementrian Keuangan (Kemkeu) menekan impor e-commerce melalui kebijakan fiskal. Terbaru, lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PMK 182 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman yang berlaku mulai 10 Oktober 2018.

Berdasarkan beleid tersebut, impor barang melalui e-commerce dengan total nilai diatas US$75 dikenakan bea masuk sebesar 7,5% dari harga barang. Bea masuk ini berlaku flat untuk semua jenis barang.

Imporir juga akan dikenakan Pajak Perambahan Nilai (PPN) atas impor 10% berlaku flat, serta dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) impor sebesar 10% untuk yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), dan 20% yang tidak memiliki NPWP.

Denny Surjantoro, Kepala Sub Informasi dan Komunikasi Direktoral Jendral Bea Cukai, menjelaskan, ambang batas US$ 75 dikenakan untuk per paket, per pengiriman, dalam satu hari, dengan sistem akumulasi. “Jadi jika pembeli membeli tiga paket dalam sehari dan ditotal jumlahnya lebuh dari US$ 75 akan kena bea masuk,”ujarnya.

Pemerintah menetapkan ambang batas US$ 75 dengan asumsi, di atas jumlah tersebut maka barang untuk berdagang atau kulakan. Sementara di bawah itu diasumsikan digunkan sendiri.

Kebijakan bertujuan menciptakan level playing field atau aturan main yang sama antara hasil produksi dalam negeri khususnya UMKM yang membayar  pajak, dengan produk produk impor, baik melalui jasa pengiriman barang, distributor , ataupun melalui kargo umum.

Sebelumnya, Kemkeu membatasi nilai barang impor sebesar US$ 100 dan tidak berlaku akumulatif. ”Jika dalam sehari importir melakukan impor berkali-kali, selama tiap barang bernilai maksimal US$ 100 maka tetap bebas bea masuk dan pajak impor,”kata Denny.

Karena itulah, beleid lama tersebut menyimpan kelemahan atau celah, sehingga banyak dimanfaatkan oleh importir atau pedagang. Biasanya mereka memanfaatkan dengan memecah belah dokumen impor. Dengan begitu mereka dapat mengimpor dalam jumlah banyak dalam waktu sehari.

Tiap bulan naik 7,54%

Importir mendatangkan barang senilai lebih dari US$ 100 namun tetap bebas bea masuk dan tarif impor. “Misalnya beli barang dari luar negeri senilai US$ 200 terus pengirimannya di pecah barang itu jadi tiga, kan jadi bebas,”ujar Denny.

Berdasarkan data Kemkeu, nilai impor barang e-commerce selama setahun terakhir mencapai US$ 448,4 juta atau setara Rp 6,5 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 per dollar  AS.

Tiap bulannya impor barang e-commerce ini mengalami kenaikan rata-rata 7,54%. Sementara jumlah dokumen impor e-commerce setahun terakhir ada 13,8 juta dokumen, dengan tren kenaikan per bulan 19,03%. Mayoritas produk tersebut barang-barang konsumsi yang sifatnya remeh. Seperti sarung tangan, kacamata, dan lain-lain.

Sementara, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor produk-produk skala kecil asal China, seperti jepit rambut, sarung tangan, alas kaki, dan dompet tumbuh sebesar 9%. “Memang ada kenaikan, bahkan dalam lima tahun terakhir,”kata kepala BPS, Suhariyanto.

Ada pun nilai impor produk non-migas asal China secara keseluruhan mencapai US$ 40,85 miliar atau setara Rp 592,3 triliun, selama periode Januari-November 2018. Angka itu tumbuh 28,52% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 31,78 miliar. Sayangnya, BPS belum memiliki data khusus yang memperici jenis barang impor yang dilakukan lewat e-commerce. “Nah, itu masih kami proses datanya. Yang jelas, kami masih kesulitan mendapatkan data dari pelaku e-commerce di dalam negeri,” katanya.

Merespon keluhan ini, Tjahya mengaku pihaknya sedang menyiapkan regulasiyang mewajibkan e-commerce melakukan pendaftaran dan penyampaian data mereka kepada pemerintah.“Sekarang sedang kami susu,”ujarnya.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only