Perang dagang Amerika Serikat vs China dan tren kenaikan suku bunga masih menjadi sentimen negative utama ekonomi di 2019

Pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2018 menguntungkan APBN, tapi merugikan perekonomian nasional.

JAKARTA. Sepanjang tahun ini, volatilitas nilai tukar rupiah amat tinggi. Kombinasi ketidakpastian global dan perekonomian domestic, khususnya pelebaran difisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD), membuat kurs rupiah ambrul terhadap dollar AS.

Bagi perekonomian, pelemahan rupiah memberikan, tetapi bagi anggaran malah berdampak positif. Awal tahun, nilai tukar rupiah sempat menyentuh spot terkuat yaitu Rp 13.289 per dollar AS. Seiring dengan memanasnya perang dagang antara China dan Amerika Serikat di pertengahan Februari, nilai rupiah pun tertekan.

Awal Mei, kurs rupiah tembus Rp 14.000 per dollar AS. Saat itu, mata uang garuda pun terus melemah ke level Rp 15.235 per dollar AS pada pertengahan Oktober.

Tekanan makin tinggi lantaran sentimen negative domestic, yaitu CAD makin melebar sampai US$ 8,8 miliar atau setara 3,37% dari produk domestic bruto (PDB) pada kuartal III tahun 2018. Tambah lagi, bank sentral AS menambah suku bunga acuan secara agresif hingga 75 basis poin hinggaSeptember, yang kemudian ditutup dengan kenaikan suku bunga terakhir untuk tahun ini sebesar 25 bps pada Desember.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan pelemahan rupiah menekan perekonomian dan bisnis Indonesia. Harga barang impor makin mahal, padahal sebagian bahan baku indutriberasal dari impor.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total impor pada Januari-November 2018 mencapai US$ 173,32 miliar, naik 22,16% secara year onyear. Kelompok barang bahan baku/penolong menyumbang US$ 130,34 miliaratau75,2%. Pelemahan rupiah turut berperan pada peningkatan impor bahan baku yaitu tumbuh 21,44% yoy.

Menambah penerimaan

Untungnya, tenaga rupiah kembali pulih sejak November. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mencatat, rata-rata kurs rupiah sepanjang tahun ini adalah Rp 14.246 per dollar AS. Artinya, ada selisih sebesar Rp 846 dibanding dengan kurs rupiah di asumsi makro APBN 2018 Rp13.400.

Mengacu pada analisi sensitivitas Nota Keuangan APBN2018, setiap rupiah melemah Rp 100 per dollar AS, maka pendapatan negara bertambah Rp 3,8 triliun-Rp 5,1 triliun. Sementara, belanja negara berpotensi bertambah Rp 2,2 triliun-Rp 3,4 triliun.

Hitungan, dengan selisih rata-rata kurs rupiah saat ini dengan asumsi APBN, pendapatan negara bertambah Rp 32,15 triliun-Rp43,15 triliun. Adapun belanja negara bisa bertambah Rp 18,61 triliun-Rp 28,76triliun.

“Itu sebabnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani berkata penerimaan negara di akhir tahun akan sesuai bahkan melampaui target,” ujar ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Muhammad Faisal, Rabu(26/12).

Menurut Faisal, selisih kurs rupiah akan mengerek penerimaan negara, khususnya penerimaan perpajakan yang berkaitan dengan aktivitas antar negara. Misalnya pajak impor, bea masuk, dan penerimaan negara bukan pajaka (PNBP) terkait perdagangan migas. “Walaupun untuk pos penerimaan dalam negeri seperti PPN dan PPh pertumbuhannya relatif flat. Jadi, faktor windfall pendaptan APBN itu utamanya karena pelemahan rupiah dan peningkatan hargaminyak,” kata Faisal.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede sepakat, penguatan harga minyak tahun ini turut menguntungkan anggaran pemerintah. Meski tren itu mulai pudar di pengujung tahun dan berpotensi berlanjut hingga tahun  depan.

Dari segi belanja, selisih kurs juga akan mendorong realisasi. Namun, Faisal menilai pertubuhan belanja pemerintah tahun ini masih didominasi oleh belanja social, serta pembayaran bunga utang yang cukup besar.“Belanja modal yang masih berpengaruh banyak ke pertumbuhan ekonomi masih terbilang rendah,” ujar Faisal. Per akhir November, serapan belanja modal pemerintah mencapai 62,9% dari target APBN.

Hinnga akhir tahun, Faisal memproyeksi pergerakan rupiah masih berada pada kisaran Rp 14.500-Rp 14.700 per dollar AS. Rentang ini tak berbeda jauh dengan posisi rupiah belakangan yang berarti rupiah masih cenderung stabil hingga akhir 2018.

Analisis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri menaksir, kurs rupiah akan ditutup pada level Rp 14.635 per dollar AS akhir tahun. “Kalau secara rata-rata, kurs rupiah sekitar Rp 14.300 karena di awal tahun rupiah masih sempat di level Rp 13.000-an,” kata Reny.

Reny menilai, sentiment eksternal maupun domestic yang menyelimuti rupiah menjelang tutup tahun semakin minim. Lantas, pergerakan rupiah ditaksir tak akan signifikan seiring dengan volume transaksi yang semakin berkurang.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only