JAKARTA. Karyawan dengan status pegawai tetap, bersiaplah untuk menerima potongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang lebih besar pada bulan puasa ini.
Jika Anda menerima tunjangan hari raya (THR) pada Maret 2024, maka akan dikenai PPh Pasal 21 dengan tarif efektif bulanan yang lebih besar jika dibanding dengan bulan-bulan sebelumnya.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023, besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalihkan tarif efektif bulanan, mengacu Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam satu masa pajak.
Nah, penghasilan teratur maupun penghasilan tak teratur yang diterima karyawan tak dapat dipisahkan dari perhitungan pajak, sehingga kedua jenis penghasilan itu dijumlahkan dan dikenai potongan sebesar tarif efektif rata-rata (TER).
Nah, penghasilan teratur maupun penghasilan tak teratur yang diterima karyawan tidak dapat dipisahkan dari perhitungan pajak. Alhasil, kedua jenis penghasilan itu dijumlahkan dan dikenai potongan sebesar tarif efektif rata-rata (TER).
Artinya, jika pegawai tetap menerima penghasilan tak teratur seperti THR dan bonus dalam masa pajak, maka penghasilan itu digabungkan ke dalam penghasilan bruto. Untuk menentukan PPh Pasal 21 terutang, penghasilan bruto kemudian dikalikan TER bulanan sesuai status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari pegawai tetap yang menerima penghasilan.
Misal pegawai tetap bernama Tuang X (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja Rp 8 juta sebulan pada masa Februari 2024. Atas penghasilan bruto itu, Tuan X dikenai PPh Pasal 21 dengan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1,5%. Kemudian, pada masa pajak Maret 2024, Tuan X menerima THR satu kali gaji sehingga penghasilan bruto yang diterima jadi Rp 16 juta. Dari sini, ada perubahan tarif, di mana tarif efektif bulanan kategori A atas penghasilan bruto senilai Rp 16 juta adalah 7%.
Namun perlu diingat, penerapan tarif efektif ini tak menimbulkan perbedaan beban pajak dalam satu tahun untuk seluruh tingkat penghasilan dibanding ketentuan sebelumnya. Meski begitu, banyak karyawan yang mengeluh di media sosial X (twitter) mengenai potongan pajak Maret 2024 lantaran adanya THR.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar sependapat, potongan PPh Pasal 21 saat menerima THR akan lebih besar. Ini akan berpengaruh terhadap jumlah uang atau penghasilan yang diterima karyawan. “TER ini berpengaruh besar atas jumlah uang yang diterima nanti,”ujar dia, kemarin.
Dia melihat, ada kenaikan beban pajak signifikan sehingga berpengaruh pula terhadap pengeluaran masyarakat dari THR. Padahal momen Lebaran memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian.
Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman bilang, melalui skema TER, potongan pajak Maret 2024 akan lebih besar dibanding bulan sebelumnya lantaran ada pemberian THR. “Jadi dengan nominal sama tahun lalu, THR yang diterima pegawai kemungkinan sekarang lebih besar,” jelas dia. Apalagi dengan kondisi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok saat ini, potongan pajak tersebut akan sangat dirasakan oleh karyawan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti menjelaskan, pemberian THR, bonus maupun penambah penghasilan bruto lainnya yang termasuk objek pajak pada komponen penghasilan pegawai akan mengakibatkan bertambahnya jumlah pajak yang dipotong pada masa atau tahun pajak tersebut.
Namun Dwi menegaskan, PMK 168/2023 pada dasarnya sudah mengantisipasi agar pajak yang dipotong tiap bulan mendekati jumlah pajak terutang selama setahun dengan catatan pemberi kerja menerapkan aturan perhitungan konsisten. “Bila terjadi kelebihan pemotongan pajak yang terutang, dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya,” ujar dia.
Dwi juga menegaskan, skema TER tidak akan mengakibatkan tambahan beban pajak baru. Penerapan tarif efektif bulanan pegawai tetap hanya digunakan untuk melakukan perhitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 setahun di masa pajak terakhir tetap menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
Nah, pada masa pajak terakhir akan dihitung dengan tarif Pasal 17 ayat (1) yang menghasilkan jumlah PPh terutang setahun menjadi sama jika dihitung tanpa penerapan tarif efektif. “Artinya sepanjang tak ada perubahan penghasilan kena pajak (PKP), PPh terutang setahun totalnya akan sama dengan PPh terutang sebelum diterapkannya tarif efektif,” ujarnya.
Sumber : Harian Kontan Kamis 14 Maret 2024 hal 1
Leave a Reply