Permainan Insentif

Wacana lama soal insentif untuk pembelian mobil hybrid kembali bergaung. Sebelumnya, keinginan tersebut sempat disuarakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang. Terbaru, giliran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyampaikan hal itu.

Pemerintah, kata Airlangga, akan mengkaji kebijakan pemberian insentif untuk pembelian mobil berteknologi hibrida. Skema dan besarannya digadang berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah 10%. Pembeli pun cukup membayar PPN 1% alias serupa dengan pembelian mobil listrik.

Insentif untuk mobil hybrid, lanjut Airlangga, seiring penjualannya yang lebih moncer. Data Gaikindo, sepanjang 2023 penjualan mobil hybrid mencapai 54.656 unit, lebih dari tiga kali lipat mobil listrik.

Entah apa motif sesungguhnya kedua pejabat ini mengusung ulang wacana yang sebetulnya telah di dorong pabrikan Jepang sejak lama. Yang jelas, jika akhirnya benar-benar disetujui, insentif mobil hybrid bakal kontraproduktif dan mengebiri kebijakan pemerintah.

Pemerintah Joko Widodo amat gencar mendorong perkembangan ekosistem kendaraan listrik. Mulai dari memacu hilirisasi nikel untuk dijadikan bahan baku baterai, merayu pabrikan agar mau membikin pabrik di Indonesia, hingga iming-iming insentif agar masyarakat mau membeli mobil dan motor listrik.

Kebijakan ini mengorbankan potensi penerimaan negara dan melangkahi kebutuhan anggaran yang lain. Juga memakan waktu, tenaga, pikiran dan segala usaha yang tak bisa diukur dengan uang.

Sementara tanpa insentif dan modal ekstra dari pemerintah sekalipun, mobil hybrid lebih mudah diterima oleh konsumen. Soal harga, jauh lebih murah ketimbang mobil yang mengandalkan sumber tenaga baterai sepenuhnya.

Belum lagi dukungan industri pembiayaan, yang masih melihat kredit mobil listrik sebagai sesuatu yang baru dan lebih berisiko. Nama besar pabrikan Jepang yang memilih fokus di mobil hybrid, di mata konsumen Indonesia juga menjadi jaminan atas kualitas produk dan layanan purna jual.

Jadi, pemerintah harus lebih bijak, cermat dan berhati-hati. Insentif memang instrumen yang jitu untuk memacu dunia usaha, mendongkrak data beli masyarakat yang pada akhirnya bisa memutar roda perekonomian lebih kencang. Namun, ia tak boleh digelontorkan secara serampangan dan menguntungkan pihak tertentu semata.

Sumber : Harian Kontan Sabtu 16 Maret 2024 hal 11

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only