JAKARTA. Pemerintah harus bekerja keras untuk mengejar target penerimaan pajak yang dipatok pada tahun 2024. Pasalnya, realisasi penerimaan pajak selama lima bulan pertama tahun ini mengalami tren penurunan.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak selama Januari hingga Mei 2024 mencapai Rp 760,4 triliun. Pencapaian tersebut menyusut 8,4% secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 830,5 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penyebab anjloknya penerimaan pajak di periode tersebut lantaran harga komoditas global yang sudah melemah pada tahun 2023 kemarin ternyata mulai dirasakan sekarang.
Kondisi ini membuat kinerja perusahaan berbasis komoditas seperti sektor pertambangan serta minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mengalami koreksi di sepanjang 2023 dan baru dilaporkan pada April 2024.
“Koreksinya sekitar 8,4% dari sisi penerimaan pajak,” ungkap Sri Mulyani, saat konferensi pers di kantor Ditjen Pajak, Senin (24/6).
Menteri Sri Mulyani menjelaskan realisasi penerimaan pajak per Mei tahun ini setara 38,2% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Adapun target penerimaan pajak hingga akhir tahun ini dipatok sebesar Rp 1.988,9 triliun.
Bukan hanya pajak, Sri Mulyani juga mencatat penerimaan negara bukan pajak atau PNBP baru terealisasi sebesar Rp 251,4 triliun hingga Mei lalu. Angka tersebut juga menurun 3,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 260 triliun.
Adapun realisasi PNBP hingga periode Januari-Mei 2024 sudah setara dengan 51,1% dari target di sepanjang tahun ini.
“Penyebabnya lagi-lagi karena penurunan dari sumber daya alam yang merupakan penerimaan cukup besar dari PNBP,” terang Sri Mulyani.
Rupanya, penurunan penerimaan perpajakan juga terjadi pada lini lainnya. Tak cuma pajak dan PNBP, tetapi juga penerimaan kepabeanan dan cukai. Penerimaan segmen ini di periode yang sama juga mengalami kontraksi 7,8% secara tahunan yakni mencapai Rp 109,1 triliun.
Sementara tahun lalu setoran penerimaan dari segmen ini mencapai Rp 118,4 triliun.
Target tak tercapai
Melihat hasil tersebut, Sri Mulyani menjelaskan kinerja APBN 2024 tidak terlepas dari pengaruh global. Mulai dari harga minyak, hingga imbal hasil exchange rate yang mempengaruhi kinerja dari sejumlah perusahaan.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengamati, penerimaan pajak tahun ini terus menurun ketimbang tahun lalu. Hitungannya, penerimaan pajak di periode April 2024 sudah turun 9,3% secara tahunan.
Kemudian penerimaan pajak di periode Mei 2024 juga masih terkoreksi dan sedikit membaik yakni turun 8,4%.
“Ke depan penerimaan pajak bisa membaik. Tapi apakah bisa mencapai target, saya rasa sulit,” kata Fajry kepada KONTAN, Selasa (25/6).
Maka pemerintah perlu menempuh sejumlah kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Kebetulan Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan intensifikasi dengan menyebar Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).
Upaya tersebut, menurut Fajry, bisa mengerek penerimaan pajak dalam beberapa bulan ke depan.
Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan menyarankan pemerintah memperkuat fundamental perekonomian agar penerimaan pajak bisa ikut terkerek. Mulai dari memperbaiki industri manufaktur hingga memperkuat rupiah.
Ini lantaran kontribusi terbesar penerimaan pajak berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) yang amat bergantung pada daya beli masyarakat.
Sumber : Harian Kontan Rabu 26 Juni 2024 hal 2
Leave a Reply