Pemerintah belum merinci kriteria dan objek yang akan dikenakan tarif PPN sebesar 12%
Keputusan pemerintah untuk tetap menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% dinilai akan menimbulkan ketidakpastian baru. Pasalnya, tarif PPN 12% hanya akan berlaku secara selektif untuk barang mewah saja.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan, penerapan tarif PPN 12% mulai berlaku awal tahun 2025. Sebab, penerapan PPN 12% adalah amanat Un dang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil. Jadi kalaupun naik, itu hanya untuk barang mewah,” ungkap Presiden Prabowo, Jumat (6/12) pekan lalu.
Meski demikian, pemerintah hingga kini belum meme rinci kriteria barang merah yang dimaksud. Namun yang jelas, selama ini barang mewah seperti otomotif dan rumah telah dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dengan tarif yang bervariasi.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah menilai, jika tarif PPN 12% hanya diterapkan pada barang mewah, maka tidak akan mendongkrak penerimaan pajak pada 2025. Pasalnya, rata-rata kontribusi PPnBM hanya sekitar 1,3% dari total penerimaan pajak nasional pada periode 2013-2022.
Setoran PPnBM tidak akan berkontribusi besar terhadap penerimaan.
“Jika dalam kenaikan (tarif) PPN hanya.(objek) PPnBM saja yang dinaikkan, maka tidak akan mampu mendongkrak target penerimaan pajak tahun 2025 sesuai UU APBN 2025,” ujar dia dalam keterangan resminya, kemarin.
Meski begitu, Said menekankan bahwa tambahan penerimaan pajak dari kebijakan ini akan digunakan untuk membiayai berbagai program strategis yang berdampak langsung kepada kesejahtera an rakyat. Misalnya untuk program makan bergizi gratis (MBG) sebesar Rp 71 triliun, pemeriksaan kesehatan gratis Rp 3,2 triliun, pembangunan rumah sakit lengkap berkualitas di daerah Rp 1,8 triliun, renovasi sekolah Rp 20 triliun hingga untuk mendukung lumbung pangan nasional.
Kerek tarif PPnBM
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) juga menilai, bila PPN 12% hanya dikenakan pada barang mewah saja alias objek PPnBM, maka penerimaan pajak yang diperoleh pemerintah tidak akan signifikan. Dalam hitungan kasar Fajry, tarif PPN 12% untuk barang mewah hanya akan mendatangkan setoran pajak sekitar Rp 1,7 triliun.
Selama ini, penerimaan pajak dari penjualan barang mewah atau PPnBM memang tidak terlalu signifikan. Pasalnya transaksi barang mewah jauh lebih sedikit, karena hanya dilakukan oleh segelintir orang kaya saja.
Pada tahun 2023 misalnya, penerimaan PPnBM hanya mencapai Rp 24,9 triliun, dengan penerimaan paling besar disumbangkan dari kendaraan bermotor yang dikenakan tarif sebesar 15%.
Fajry menilai, alih-alih menerapkan tarif PPN 12% hanya untuk barang mewah saja, lebih baik pemerintah menaikkan sekaligus tarif PPnBM, dengan membatalkan kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
“Jika kenaikan PPN hanya berlaku pada objek PPnBM, bukankah lebih baik jika pemerintah menaikkan tarif PPnBM saja? Ini menjadi pertanyaan besar, terlebih tarif
PPnBM bisa dinaikkan lebih dari 1%. Lebih masuk akal untuk mendanai program pemerintah,” jelas Fajry.
la juga menilai, jika kebijakan multitarif PPN berlaku pada barang mewah yang tak hanya objek PPnBM, maka bisa menimbulkan kompleksitas sistem PPN. Menurut dia, penerapan di lapangan akan terjadi peningkatan dispute. “Ini akan menambah kekhawatiran dan ketidakpastian pelaku usaha,” ucap Fajry.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply